Dalam kegiatan lelang pembangunan Jaringan Air IKK Kecamatan Paga (Mata Air Ijukutu) dengan pagu anggaran sebesar Rp. 4.960.374.000,- yang bersumber dari APBD Kabupaten Sikka, pokja VIII harus mengakui secara jujur bahwa telah terjadi error in procedure dalam proses evaluasi dokumen peserta lelang khususnya dokumen yang digunakan oleh CV. Franklin Pratama Jaya.
Setidak-tidaknya ada 2 bentuk error in procedure yang dilakukan oleh Pokja VIII baik secara sengaja ataupun tidak sengaja yaitu:
Baca Juga:
Sisco Pati Minta Kadis PUPR Jangan Lawan Perintah Perpres
Pertama :
Dokumen tenaga K3 Konstruksi atas nama Nana Suryana, ST yang dipakai oleh CV. Franklin Pratama Jaya juga dipakai oleh CV. Asyifaraya. Secara yuridis terdapat konflik dalam penggunaan dokumen tenaga konstruksi (K3) yang sama oleh kedua peserta tender.
Pertanyaannya adalah kenapa Pokja VIII disatu pihak menggugurkan CV. Asyifaraya dan lain pihak memenangkan CV. Franklin Pratama Jaya padahal keduanya menggunakan dokumen yang satu dan sama?
Tindakan Pokja VIII ini jelas merupakan bentuk diskriminatif dan mengakibatkan terjadinya praktik persaingan usaha yang tidak sehat bagi kalangan kontraktor di Kabupaten Sikka khususnya CV. Asyifaraya.
Baca Juga:
Bermasalah, Manto Eri Minta Proyek Air Minum IKK Paga Dibatalkan
Padahal tindakan diskriminatif dan larangan persaingan usaha tidak sehat merupakan hal yang dilarang oleh Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia.
Kedua:
Sesuai dengan dokumen otentik berupa Surat Keterangan Kematian Nomor 474.3/117/Pem/VIII/2021 tanggal 16 Agustus 2021 yang ditandatangani oleh Lurah Wargamekar, Kecamatan Bale Endah, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat, diperoleh fakta bahwa tenaga K3 atas Nana Suryana, ST telah meninggal dunia pada tanggal 15 Juni 2021.
Dengan kematian tersebut maka secara hukum seluruh atribut keperdataan berupa pangkat, jabatan, gelar akademik dan lain-lain yang dimiliki oleh Nana Suryana, ST pun kehilangan hak-hak kepertaannya karena kematian. Salah satu sebab kematian perdata adalah kematian itu sendiri (civiliter mortus).