Pemilu yang terjadi dalam setiap periode, menjadi bagian dan tangggungjawab kita dalam berpartisipasi untuk berkompetisi atau terlibat sebagai pengamat atau yang memilih. Efektivitas terhadap praktisi politik melekat pada peran anak muda. Jangkauan ini menghendaki kesadaran anak muda bagaimana melihat situasi juga pergolakan yang sedang terjadi akan politik dengan mengaktifkan kecerdasan nalar merupakan bagian perhatian akan bangsa dan tanah air.
Tertuang dalam kenangan dan kembali membuka lembaran sejarah, partisipasi kaum muda intelektual (mahasiswa) dalam upaya menggulingkan rezim Orde baru, menjadi patokan tolok ukur keterlibatan anak muda. Peristiwa 1998 menjadi dasar pengembalian rajutan jalannya Sistem Demokrasi untuk kembali pada alur yang benar. Dengan peristiwa tersebut, saat ini hendaklah tetap menjaga eksistensi Demokrasi dalam menjalani sistem perpolitikan yang benar pula.
Baca Juga:
Merasa Dibohongi, Marsel Isak Tak Terima Tempat Usahanya Ditutup
Namun apakah peran anak muda yang juga sebagai pemilih, ini akan menjadi faktor penentu arah perubahan politik akan terjadi? Ada kecenderungan kelompok pemilih muda ini justru berada di kebimbangan dan depresi. Saat ini kembali mengakar pada problema situasi yang sudah mengakar lama akan praktek politik uang, sarkasme politik, Politisasi agama, etnosentrisme politik menjadi konsentrasi serius kalangan muda intelektual dalam mengkritisi. Etika politik modern dieliminasi oleh permainan politik elit yang transaksional dan kapitalis yang menempatkan modal sebagai alat utama meraih kekuasaan.
Masalah diatas mempengaruhi semua orang yang merasakan kerugian karena menjadi cacat demokrasi. Generasi muda yang mengalami dampak terburuk karena secara konsisten sedang dalam mengalami pertumbuhan akan pemahaman mengenai politik dan melacuri etika politik. Pola ini muncul dalam survei terpisah setelah pada pemilu di periode sebelumnya menjadi catatan yang melekat akan kehancuran situasi politik yang dianggap sebagai cacat demokrasi.
Temuan mengejutkan ini menimbulkan pertanyaan yang sangat membutuhkan jawaban: Apa yang terjadi ketika, khususnya kaum muda dan mereka yang secara aktif terlibat dalam politik merasa bahwa sistem demokrasi saat ini membahayakan kesejahteraan atau kesehatan mental kita? Dan mengapa ciri-ciri ini, selain meremehkan, juga dapat menurunkan pengetahuan politik yang menjadi sasaran utamanya para kaum muda yang sedang dibentuk dan berproses?
Baca Juga:
2 Tahun Tunggak, Pemda Sikka Cabut Persetujuan Sewa Lahan Tugu Tsunami
Peran kaum muda sebagai agent of change teruji, yang mana anak muda sedang dalam pergolakan zaman dan pada masanya sangat eksotis dengan dunia romantika “baperan” dilanda problema dilematis dan depresi.
Permainan suap (money politik) dalam permainan politik menjadi masalah yang cukup rentan terjadi. Manusia memang pemain yang gemar memainkan permainan dalam seluruh dimensi kehidupan sosialnya. Saya melihat hal ini dapat menyebabkan semakin lemahnya posisi penyelenggara dan hilangnya kepercayaan publik terhadap kredibiltas rezim pemilu. Runtuhnya moralitas kader muda karena bisa terjebak ikut terlibat bermain dalam permainan terlarang yakni curang dalam politik. Aktivitas mulia politik menjadi kehilangan substansi, tidak memperhatikan nilai keadilan, kesetaraan, dan mendistribusikan kesejahteraan bersama.
Akan tetapi sejauh kelihatan dalam pengamatan saya dalam penerapan praktek politik, unsur-unsur penting bermain dalam politik praktis masyarakat tidak lagi tampak sebagai etika. Padahal aturan bermain dalam politik sangat penting dalam membentuk relasi sosial yang sehat, penguat pemahaman serta pencerdasan kepada masyarakat, dan pembuka perjumpaan sosial yang akrab dan hangat. Sehingga anak muda dapat belajar dan berproses dalam praktek politik yang baik dan santun itu.