Oleh : Marianus Gaharpung Dosen FH Ubaya Surabaya
Baca Juga:
Kasus Perundungan Mahasiswi PPDS Undip, Penyidik Periksa Ahli Autopsi Psikologis
WahanaNews-NTT | Ada fakta hukum menarik bahwa perkara pidana ternyata ada perkara perdata sedang berjalan. Pertanyaannya, mana yang seharusnya diperiksa dan diputus lebih dulu? Apa yang menjadi penentuannya?
Jadi, apabila ada suatu perkara pidana yang harus diputuskan mengenai suatu hal perdata atau ada tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, pemeriksaan perkara pidana tersebut dapat ditangguhkan, menunggu putusan Pengadilan.
Baca Juga:
Pakar Hukum Pidana Komentari Soal Pembebasan Bersyarat Jessica Wongso
Artinya dengan kata lain, ketika perkara perdata sudah sampai putusan inkrach (berkekuatan hukum tetap) ditingkat peradilan manapun, maka tidak ada satu normapun yang melarang pihak lain yang ingin melakukan pengaduan dugaan pidana pencemaran nama baik/ fitnah yang dilakukan orang yang terlebih telah gugat secara perbuatan melawan hukum namun kalah.
Didasari hal tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma No.1/1956). Disebutkan dalam Pasal 1 Perma No.1/1956 bahwa: “Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.” Sehingga seharusnya sudah menjadi jelas bahwa dalam terjadinya perkara perdata dan pidana, dapat dilakukan pemutusan terlebih dahulu perkara perdata sebelum memutus perkara pidana.
Faktanya perkara perdata sudah ada putusan inkrach, maka tidak ada alasan hukum untuk polisi tidak memproses laporan atau pengaduan pihak yang merasa dirugikan adanya dugaan pencemaran nama baik atau fitnah dengan mengatakan secara pidana laporan ke polisi terkait tidak tepat mestinya gugat perdata. Jika polisi mengatakan demikian, tunjukan Sema atau Perma yang mengatur hal hal yang belum diatur dalam beracara baik perdata maupun pidana yang mana Mahkamah Agung sebagai "wasit"nya. Jika tidak ada, maka polisi jangan asbun (asal bunyi). Oleh karena itu, laporan pidana wajib diproses hukum jika tidak, pihak pelapor wajib minta dilakukan gelar perkara agar keluar rekomendasi Polri sebagai rujukan agar tidak terkesan adanya tebang pilih dan ada apa? [frs]