Lebih lanjut dalam pernyataan sikap itu Yakobus Juang menjelaskan, Indikator Cacat Administrasi antara lain:
Pertama, Peraturan Menteri ATR/Ka-BPN Nomor: 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, Pasal 73 ayat (1) hurif i menegaskan:
Baca Juga:
KHLK: Industri Pelet Kayu Gorontalo Berpotensi Gantikan Batubara untuk Listrik
Syarat Perpanjangan dan/atau Pembaruan Hak Guna Usaha yang berasal dari Tanah Negara meliputi: ( huruf i ) :surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah bagi Pemohon perorangan atau dalam bentuk akta notariil bagi Pemohon berbadan hukum dan bertanggung jawab secara perdata dan pidana yang menyatakan bahwa:
1. Tanah tersebut masih dikuasai secara fisik.
Fakta di lapangan menunjukan bahwa: Tanah yang dimohonkan Pembaruan HGU oleh PT. Krisrama seluas 3,258.620 M² persegi itu tidak seluruhnya dikuasai secara fisik oleh Pemohon, tapi sebagian besarnya telah dikuasai secara fisik oleh Masyarakat Adat Soge dan Goban, terutama di lokasi Pedan, Utanwair, Wairhek, Likonggete dan Hitohalok.
Baca Juga:
Menteri ATR/BPN AHY Sebut Anggaran Tambahan 2024 untuk Program Kementerian
Jadi jelas, SK dan 10 Sertifikat HGU PT. Krisrama tidak memenuhi syarat ini.
2. Tidak terdapat keberatan dari pihak lain atas tanah yang dimiliki atau tidak dalam keadaan sengketa.
Fakta lapangan menunjukan bahwa:
pada tanggal 18 s/d 20 Januari 2022 Masyarakat Adat Soge dan Goban menolak dan menggagalkan kegiatan penanaman pilar tanda batas HGU yang dilakukan oleh PT. Krisrama dan pada tanggal 21 Januari 2022 semua pilar dicabut lalu diantar ke rumah Pribadi Bupati Sikka ketika itu.
Pada tanggal 4 s/d 8 Nopember 2022, Masyarakat Adat tetap melakukan perlawanan atas proses pengukuran lahan HGU di Lapangan walaupun tidak dapat tembus blockade pihak kemanan.
Pada tanggal 16 Nopember 2022 Masyarakat Adat mengantarkan Surat Keberatan kepada Kementerian ATR/BPN melalui Kepala Kantor Pertanahan Sikka, Perihal penolakan atas kegiatan pengukuran oleh PT. Krisrama dan Kantor Wilayah BPN – NTT.