NTT.WahanaNews.co| Masyarakat Adat Soge Natarmage dan Goban Runut menilai bahwa SK dan 10 Sertifikat yang diberikan kepada PT. Krisrama terindikasi cacat administrasi. Ratusan masyarakat adat ini bahkan menegaskan untuk tidak meninggalkan lokasi HGU tersebut.
Demikian disampaikan Yakobus Juang, ketika membacakan pernyataan sikap mewakli ratusan masyarakat adat di depan Kantor BPN Sikka, Rabu (04/7/2024).
Baca Juga:
KHLK: Industri Pelet Kayu Gorontalo Berpotensi Gantikan Batubara untuk Listrik
Masyarakat Adat ini bahkan telah mengklaim bahwa mereka sebagai pemilik hak asal – usul atas Tanah Negara Bekas HGU di Desa Nangahale Kecamatan Talibura dan Desa Runut Kacamatan Waigete.
Dikatakan bahwa, masyarakat adat telah mengetahui adanya Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor: 1/HGU/BPN.53/VII/2023, tanggal 20 Juli 2023 tentang Pemberian Hak Guna Usaha Kepada PT. Kristus Raja Maumere (PT. Krisrama), seluas 3,258.620 M² yang mencakupi 2 (dua) wilayah Desa, yaitu Desa Nangahale Kecamatan Talibura dan Desa Runut Kecamatan Waigete, yang terdiri atas 10 persil/Sertifikat.
"Dengan tegas, kami tidak mengakui dan menolak tunduk pada SK dan 10 Sertifikat HGU atas nama PT. Krisrama di maksud," pungkas Yakobus Juang.
Baca Juga:
Menteri ATR/BPN AHY Sebut Anggaran Tambahan 2024 untuk Program Kementerian
Dalam pernyataan sikap itu Yakobus menjelaskan, proses sosial menuju penerbitan SK dan 10 Sertifikat HGU tersebut tidak melalui dialog yang setara, adil, terbuka dan tuntas dengan Masyarakat Adat sehingga kondisi lapangan sesungguhnya belum CLEAN AND CLEAR.
Selanjutnya, SK dan 10 Sertifikat HGU dimaksud terindikasi CACAT ADMINITRASI berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Yakabus menjelaskan, Indikator dialog yang tidak tuntas dan belum CLEAN AND CLEAR sebenarnya ada banyak, namun pihaknya hanya mengajukan dua contoh kongkrit saja, yakni:
Pertama, pada tanggal 11 Nopember 2016 Bupati Sikka mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 444/HK/2016 tentang Tim Terpadu Identifikasi dan Verifikasi terhadap Masyarakat Tana Ai yang Menduduki Tanah Nagara EX Hak Guna Usaha PT. Krisrama di Nangahale. Namun selanjutnya SK ini tidak mau dilaksanakan hingga tuntas dengan alasan yang tidak jelas. Masyarakat Adat tertipu.
Kedua, pada tanggal 6 April 2020, kembali Bupati Sikka mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 134/HK/2020 tentang Tim Terpadu Penyelesaian Tanah Eks Hak Guna Usaha Nangahale. Namun SK ini – pun bernasib sama. Disosialisasikan dan dipertengahan jalan ditelikung oleh Bupati Sikka dan Bapak Uskup Maumere dan seterusnya mengbaikannya. Masyarakat Adat tertipu lagi.
Dua Surat Keputusan Bupati ini sebut Yakobus, sejatinya menempatkan Masyarakat Adat sebagai pihak (stakeholder) dalam mencari jalan keluar penyelesaian konflik HGU karena Masyarakat adat adalah subyek hukum yang telah menduduki sebagian lahan tanah negara bekas HGU tersebut.
Masyarakat Adat diposisikan sebagai pihak yang diperlukan persetujuannya dalam pemanfaatan tanah negara bekas HGU, ketika PT. Krisrama hendak mengajukan usulan Pembaruan HGU.
Namun sekali lagi, semua ini hanya harapan palsu, Masyarakat Adat terus saja tertipu. SK tersebut tidak mau dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan PT. Krisrama hingga tuntas, pungkas Yakobus.
Cacat Administrasi
Lebih lanjut dalam pernyataan sikap itu Yakobus Juang menjelaskan, Indikator Cacat Administrasi antara lain:
Pertama, Peraturan Menteri ATR/Ka-BPN Nomor: 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, Pasal 73 ayat (1) hurif i menegaskan:
Syarat Perpanjangan dan/atau Pembaruan Hak Guna Usaha yang berasal dari Tanah Negara meliputi: ( huruf i ) :surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah bagi Pemohon perorangan atau dalam bentuk akta notariil bagi Pemohon berbadan hukum dan bertanggung jawab secara perdata dan pidana yang menyatakan bahwa:
1. Tanah tersebut masih dikuasai secara fisik.
Fakta di lapangan menunjukan bahwa: Tanah yang dimohonkan Pembaruan HGU oleh PT. Krisrama seluas 3,258.620 M² persegi itu tidak seluruhnya dikuasai secara fisik oleh Pemohon, tapi sebagian besarnya telah dikuasai secara fisik oleh Masyarakat Adat Soge dan Goban, terutama di lokasi Pedan, Utanwair, Wairhek, Likonggete dan Hitohalok.
Jadi jelas, SK dan 10 Sertifikat HGU PT. Krisrama tidak memenuhi syarat ini.
2. Tidak terdapat keberatan dari pihak lain atas tanah yang dimiliki atau tidak dalam keadaan sengketa.
Fakta lapangan menunjukan bahwa:
pada tanggal 18 s/d 20 Januari 2022 Masyarakat Adat Soge dan Goban menolak dan menggagalkan kegiatan penanaman pilar tanda batas HGU yang dilakukan oleh PT. Krisrama dan pada tanggal 21 Januari 2022 semua pilar dicabut lalu diantar ke rumah Pribadi Bupati Sikka ketika itu.
Pada tanggal 4 s/d 8 Nopember 2022, Masyarakat Adat tetap melakukan perlawanan atas proses pengukuran lahan HGU di Lapangan walaupun tidak dapat tembus blockade pihak kemanan.
Pada tanggal 16 Nopember 2022 Masyarakat Adat mengantarkan Surat Keberatan kepada Kementerian ATR/BPN melalui Kepala Kantor Pertanahan Sikka, Perihal penolakan atas kegiatan pengukuran oleh PT. Krisrama dan Kantor Wilayah BPN – NTT.
Jadi jelas, syarat ini tidak terpenuhi, karena di atas tanah yang dimohonkan Pembaruan HGU oleh PT. Krisrama masih terdapat keberatan dari pihak lain atas tanah yang dimiliki atau sedang berada dalam keadaan sengketa.
Tanah Amin Moret Ami.
Kedua, Peraturan Menteri ATR/Ka-BPN Nomor: 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, pasal 74 menegaskan:
Perpanjangan dan/atau Pembaruan Hak Guna Usaha dilakukan dengan tahapan pemeriksaan tanah oleh Panitia B.
Fakta menunjukan bahwa pelaksanan pemerikasaan tanah oleh Panitia B pada tanggal 20 Juni 2023 gagal di lapangan karena Panitia Tanah B yang terdiri atas Kakanwil BPN – NTT, Bupati Sikka dan Kepala Pertanahan Sikka beserta rombongan dihadang oleh Masyarakat Adat di Lapangan. Akibatnya Panitia B langsung pulang dan Pemeriksaan tanah-pun gagal hari itu.
Jadi jelas SK dan Sertifikat HGU ini tidak memenuhi ketentuan pasal 74 Permen ATR/Ka-BPN karena tidak terjadi pemerikasaan tanah oleh Panitia B. Atau Panitia B tidak dapat melakukan pemeriksaan tanah karena ditolak oleh Masyarakat Adat.
Berkaitan dengan adanya Cacat Adminitrasi ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, pasal 31 huruf b yang menegaskan: "Hak Guna Usaha hapus kerena dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktu berakhir karena: CACAT ADMINISTRASI".
Di sini jelas TIDAK DISYARATKAN harus melalui proses gugatan ke Pengadilan seperti yang diharapakan Pemerintah Daerah Sikka, PT. Krisrama dan ahli-ahli hukum pendukung PT. Krisrama. Tapi langsung dilakukan pembatalan oleh Menteri ATR/BPN saja.
Dari uraian tersebut di atas maka, Masyarakat Adat Soge Natarmage dan Goban Runut yang telah menguasai bidang-bidang tanah di atas tanah Bekas HGU di Desa Nangahale Kecamatan Talibura dan Desa Runut Kecamatan Waigete kembali menegaskan bahwa:
Berdasarkan data sejarah penyelesaian konflik dan fakta penguasaan fisik dilapangan, maka dipastikan SK Nomor: 1/HGU/BPN.53/VII/2023 dan 10 Sertifikat HGU atas nama PT. Krisrama tidak memenuhi syarat yang ditentukan pada pasal 73 ayat (1) huruf i Permen ATR/Ka-BPN No. 18 Tahun 2021. Dengan demikian satusnya belum Clean and Clear dan Cacat Administrasi.
Berdasarkan fakta bahwa Panitia B gagal melakukan pemeriksaan tanah pada tanggal 20 Juni 2023, maka dipastikan SK Nomor: 1/HGU/BPN.53/VII/2023 dan 10 Sertifikat HGU tidak memenuhi ketentuan Pasal 74 ayat (1) Permen ATR/Ka-BPN No. 18 Tahun 2021. Dengan demikian Cacat Administrasi.
Karena terdapat Cacat Adminitrasi, maka ATR/BPN sebaiknya segera melaksanakan ketentuan pasal 31 huruf b PP No. 18 Tahun 2021 yaitu: Menteri membatalkan SK No. 1/HGU/BPN.53/VII/2023 karena Cacat Adminitrasi.
"Kami tidak akan melakukan Gugatan ke Pengadilan atas kenyataan Cacat Administrasitersebut karena tidak perlu dan tidak disyaratkan secara tegas dalam PP. No. 18 Tahun 2021," tegas Yakabus.
Selanjutnya masyarakat adat ini akan tetap bertahan di lapangan, menguasai, tinggal dan menggarap lahan seperti biasa atau tidak akan keluar dari lokasi untuk dua hal:
Pertama, tetap menjaga keutuhan bukti bahwa kami telah menduduki atau menguasai tanah negara bekas HGU tersebut dan Konflik belum antara PT. Krisrama dan Masyarakat Adat belum diselesaikan secara tuntas.
Kedua, menunggu tindakan kongkrit Menteri ATR?BPN membatalkan SK No. 1/HGU/BPN.53/VII/2023 tersebut. [frs]