WahanaNews--NTT | Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pekerjaan barang dan jasa pada Satker PJPA SDA NTT II, Agus Umbu, SST., MSi., menyebutkan bahwa semua proses pembayaran sudah sesuai dengan aturan sistem Tambahan Uang Persediaan (TUP). Dimana, mekanisme TUP membolehkan pembayaran secara tunai oleh bendahara kepada rekanan. Dan itu juga sesuai permintaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
“Kalau seandainya kemarin kita pakai SPK, maka pembayaran langsung ditransfer ke nomor rekening perusahaan. Tetapi oleh KPPN pada saat itu, dirubah mekanismenya menjadi TUP. Kalau TUP diserahkan kepada saya dan saya sudah setuju maka pembayaran langsung dilakukan oleh bendahara sesuai nilai kontrak,” Jelas Agus saat dikonfimasi media, Senin (23/01/202), melalui telepon.
Baca Juga:
Kejari Sikka Diminta Segera Tersangkakan Yan Laba Dan Irwan Rano Dalam Kasus Proyek Puskesmas Paga
Ditanya alasan mengapa pembayaran tunai diberikan kepada Johnly Brampy Anakotta dan bukan kepada pihak yang menandatangani SPK atau menerima kuasa dari 3 rekanan, Agus mengaku bahwa saat pembayaran dirinya tidak berada di tempat.
Hanya saja, kata Agus, selama ini pihaknya mengetahui jika yang berproses di BWS hanyalah Johny Brampy Anakotta. Bahkan kata Agus, Johnly Brampy Anakotta juga mengaku bahwa semua bendera tersebut ia yang pakai. Ia berpikir bahwa semua persoalan sudah beres.
“Kebetulan selama ini yang berproses itu Pak Bram (Johnly Brampy Anakotta, red). Pak Bram itu memakai semua bendera bendera itu. Dan semua pembayaran sudah dilakukan, termasuk saya sudah cek ke Pak Bendahara Kemarin dan semua sudah terbayar. Bram menyampaikan kepada kami bahwa dia yang mengakomodir semua perusahaan tersebut. Termasuk dia bawa teman temannya itu pada saat penandatanganan kontrak,” Jelasnya.
Baca Juga:
Merasa Dibohongi, Marsel Isak Tak Terima Tempat Usahanya Ditutup
Ditanya apakah ada kuasa tertulis dari 3 rekanan kepada Bram dalam pengurusan pencairan uang proyek, Agus menyampaikan bahwa ia akan melihat kembali dokumen. “Coba saya lihat kembali dokumennya,” Ungkapnya. .
Agus menambahkan, bahwa ia sendiri telah menjelaskan persoalan tersebut secara langsung kepada salah satu rekanan. Dan pihaknya juga telah meminta kepada Johnly Brampy Anakotta agar segera menyelesaikan persoalan tersebut dengan para rekanan.
Berdalih Konsorsium
Sementara itu, Johnly Brampy Anakotta ketika dikonfirmasi media mengaku kalau ia sedang berada di Kalimantan. Ia membenarkan bahwa uang tersebut sudah dicairkan 100 persen secara tunai kepadanya sekitar awal Desember 2022. Namun, ia juga sudah mentransfer kepada Wiliam uang hampir Rp. 600-san juta dan masih tersisa sekitar 300-san juta yang akan ia selesaikan setelah balik dari Kalimantan.
“Tadi beta sudah dapat telepon dari bapa tua, dan beta sampaikan tanggal 28 Januari 2023 ini katong akan bertemu dengan Om Kris di kantor,” Jelasnya.
Ia menjelaskan, 5 paket tersebut adalah hasil paket yang ia dapatkan. Dan 3 rekanan penyedia termasuk dirinya berada dalam satu konsorsium untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Itulah menjadi salah satu alasan mengapa ia belum mentransfer sisa uang tersebut kepada Wiliam.
“Karena itu paketnya paket saya na. Karena katong pikir dalam satu konsorsium. Karena kalau ada paket berikutnya katong sama sama. Dan beta juga tidak ambil satu nilai nominal rupiah di situ atau fee apapun. Malah saya yang bayar semua perusahaan, saya sudah selesaikan,” Jelasnya.
Terkait dengan sistem pembayaran, ia menegaskan bahwa itu bukan maunya dinas. Namun ada aturan pemerintah kalau di bawah 200 juta itu sistem pembayaran secara cash. Dan semua ikut tanda tangan.
“Kalau semua orang orang, teman teman balai yang sudah dihubungi (diwawancarai, red) itu semua orang baik. Kalau memang salah, memang saya yang salah. Tetapi secara hukum saya rasa tidak ada yang yang salah. Kalau secara perjanjian mulut, memang kami juga salah. Tetapi semua proses yang dilakukan, sesuai prosedur hukum,” Jelasnya. [frs]