WahanaNews-NTT | Antusiasme masyarakat indonesia terhadap Pemilu 2024 lumayan tinggi, namun kebimbangan masih menyelimuti mereka. Akan tetapi, apa yang harus dilakukan anak muda menghadapi kontestasi pemilu dengan situasi yang begitu kompleks terjadi? Generasi punya cara representasi tersendiri mengubah dan mengembangkan, memikirkan dan mengkritisi akan peradaban maupun jalannya sistem untuk menyesuaikan arah dengan pola mileneal.
Terinspirasi akan tema yang digagaskan oleh sekelompok mahasiswa dalam kegiatan diskusi dipojok serambi Soekarno beberapa hari lalu dengan Tema “ Anak Muda Berperan bukan Baperan”. Membicarakan tentang partisipasi dan keterlibatan dalam menghadapi situasi politik pesta Demokrasi 2024 nanti. Konsentrasi yang sangat serius yang menekankan peran anak muda yang menjangkau pada taraf akademik untuk mampu berpikir maupun mengkritisi akan gejolak atmosfir politik.
Baca Juga:
Merasa Dibohongi, Marsel Isak Tak Terima Tempat Usahanya Ditutup
Gejolak politik pada umumnya menjangkau pada setiap kalangan tanpa terkecuali. Menyikapi akan problema semacam ini, saya mencoba memaknai akan hal ini, bahwa situasi yang sedang dilanda bagaikan depresi akan fenomenal politik. Peran kaum muda atau generasi milenial menjadi tanggungjawab moral akan perhatian perubahan (agen of change). Berbagai landasan penelusuran bahwasannya, kaum muda dalam zona milenial sedang mengalami situasi romantika “baperan”. Melalui penelusuran sumber kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) Baper adalah kependekan dari “Bawa Perasaan”. Istilah baper ini tidak selalu soal perasaan cinta atau asmara. Tetapi juga bisa digunakan pada seseorang yang memiliki sifat sensitif dan sering menggunakan emosinya untuk menanggapi peristiwa apapun dan objek lain.
Claudia lendwer dalam dalam jurnal American Political Science Overview menjabarkan bahwa, “Depresi politik menjangkau fenomena politik sejauh ia memiliki sumber dan konsekuensi politik. Depresi adalah gangguan kesehatan mental yang paling umum. Ini memiliki konsekuensi tidak hanya pada individu tetapi juga pada tingkat sosial dan politik”. Hal ini dapat dikatakan bahwa gejala depresi merusak partisipasi politik dengan mengurangi motivasi dan energi fisik (penderita), sebagai anak muda generasi milenial kemudian menyelidiki satu aspek dari argumen ini apakah depresi mengurangi partisipasi.
Menghadapi situasi ini, saatnya kaum muda bergerak dan berperan jangan sampai kita sebagai anak muda hanya sekedar melihat dan mengagumi peran elite politik dan terhipotesis pada ekspresi “Baperan”, yang tidak dilihat dari kapasitas, kapabilitas dan integritas kader. Tentunya mengundang gejolak dilematis dan depresi kader muda bahwa partisipasi politik mempengaruhi tentunya mengundang kita untuk lebih cerdas dalam mengkritisi dan terlibat dalam bentuk lain dari partisipasi politik karena masalah somatik dan perasaan putus asa serta apatis akan situasi ini. Menghadapi situasi politik, problema yang dihadapi tentunya menjadi sasaran utama untuk perlu disikapi dengan nalar yang kritis dari anak muda dan dengan kesegaran pemahan kapasitas intelektual yang sangat memadai menjadi sasaran depresi pokok.
Baca Juga:
2 Tahun Tunggak, Pemda Sikka Cabut Persetujuan Sewa Lahan Tugu Tsunami
Peran Anak Muda Dalam Politik
Politik merupakan suatu sistem ataupun cara yang dimainkan oleh seseorang atau sekelompok dalam menemukan atau mendapatkan tempat ataupun kekuasaan. Praktisi politik dieratkan bagaimana untuk mendapatkan dan bagaiman untuk memperoleh. Dalam sistem Demokrasi Indonesia, telah tertuang dalam kebebasan individu untuk berpartisipasi dalam politik. Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia dalam sila ke-V, secara umum memberi ruang bagi setiap warga negara untuk terlibat dalam pesta Demokrasi. Partisipasi tersebut melalui Pemilihan Umum (Pemilu).