NTT.WahanaNews.co-Sikka| Kuasa Hukum Joker, Domi Tukan, SH., dan Alfons Hilarius Ase, SH., MH., dalam keteranganya kepada media, Sabtu, 14/12/2024 menilai, putusan majelis hakim yang memutus terdakwa bersalah melanggar UU Nomor 13 Tahun 2023 Tentang Ketenagakerjaan Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP tersebut tidak logis sebab saling bertentangan antara poin pertimbangan dan kesimpulan.
Alfons Ase menjelaskan, Pasal 35 ayat (2) dan (3) UU Nomor 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan sesungguhnya mengatur tentang hubungan antara pemberi kerja dan pelaksana penempatan tenaga kerja. Selanjutnya, Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP memuat ketentuan tentang turut serta melakukan tindak pidana.
Baca Juga:
Wamen P2MI Minta Masyarakat Waspadai Modus Penipuan Loker Lewat Medsos
Alfons mengatakan, pertimbangan hukum majelis hakim sudah benar namun kesimpulannya keliru sehingga saling kontradiktif.
Sebab, dari 2 pasal yang diterapkan dalam dakwaan subsidair ke 2 tersebut secara hukum mengkonstruksikan terdakwa Joker sebagai pelaksana penempatan tenaga kerja dari pemberi kerja sehingga wajib memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja dan Joker juga sebagai orang yang turut serta melakukan tindak pidana.
Dikatakan, frasa pelaksana penempatan tenaga kerja pada Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3) mengandaikan Joker sebagai sub ordinat dari pemberi kerja. Bila demikian kata Alfons, maka harus dibuktikan siapa atau pihak mana atau perusahaan mana yang memberi kerja yang telah memberi kuasa kepada Joker sebagai pelaksana penempatan tenaga kerja.
Baca Juga:
Kasus Kerangkeng Manusia, MA Batalkan Vonis Bebas Eks Bupati Langkat
“Bila yang dimaksud itu adalah PT. BCPA, maka hubungan hukum antara Joker dan PT. BCPA harus dibuktikan. Sementara pihak PT. BCPA sendiri sama sekali tidak pernah dihadirkan JPU dalam persidangan untuk didengar kesaksiannya,” jelas Alfons.
Sedangkan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP kata Alfons secara hukum mengkonstruksikan Joker sebagai orang yang turut serta melakukan suatu tindak pidana. Sementara pasal tersebut mensyaratkan bahwa tersangka tindak pidana harus lebih dari satu orang dan ada pelaku utama.
“Karena pasal ini menempatkan Joker sebagai turut serta, maka harus ada tersangka lain. Atau dengan kata lain, Joker adalah pelaku turut serta maka harus ada pelaku utama. Siapa pelaku utamanya? Sementara dalam kasus ini Joker satu satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Karenanya, jika tidak ada pelaku utama maka tidak ada pelaku turut serta ,” jelasnya.