Keenam, informasi penyelenggaraan pembangunan secara tertulis tidak pernah diberikan kepada masyarakat di setiap akhir tahun anggaran (Bdk. UU No. 6 tahun 2014, Pasal 27d).
Ketujuh, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) dari kades kepada BPD dan masyarakat sesuai dengan proses peraturan yang berlaku jarang, bahkan tidak dilaksanakan sama sekali (Bdk. Pasal 27c UU No. 6 tahun 2014).
Baca Juga:
Melalui Survei Mawas Diri, 74 Mahasiswa Akper Lela Lakukan KKN-PKM di Desa Renggarasi
Ada beberapa desa (Detubinga, Bu Watuweti dan beberapa lainnya) yang tidak membuat LKPJ tahun 2021. Anehnya, bahwa APBDes tahun berikutnya sudah ditetapkan dan bahkan dananya sudah dicairkan. Hal ini sungguh aneh, tapi nyata, ungkap Romo.
Kedelapan, dari hal-hal tersebut diatas, munculah beberapa pertanyaan dari masyarakat dan MPD, dimanakah peran camat dengan tugas pembinaan dan pengawasannya? Dimanakah peran dan tugas pendamping desa?
Terhadap persoalan ini, Romo meminta agar Camat dan Pendamping Desa untuk bisa Live In ditengah masyarakat paling terpencil dan mengecek realisasi kebenaran pengelolaan anggaran.
Baca Juga:
Pengrajin Anyaman di Sikka Butuh Pendamping Pemasaran
“Omongan boleh bagus sekali, tetapi kenyataannya di masyarakat berbanding terbalik, alias nol besar,” sebut Romo Zakarias.
Untuk itu agar kedepannya bisa menjadi lebih baik Romo dan MPD memberikan saran dan berharap untuk bisa dipertimbangkan dan dilaksanakan yakni;
Pertama, dibutuhkan seorang camat dan pendamping desa yang benar-benar melaksanakan tugasnya dengan setia sebagai pendamping, Pembina dan pengawas para kades dan BPD agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terutama UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa.