Ngada-WahanaNews.co| Fraksi Partai Golkar DPRD Ngada mengungkapkan defisit meningkat tajam, tetapi ditutup dengan SILPA yang melonjak sangat tinggi.
Hal ini menurut Fraksi Golkar tidak logis, lantaran SILPA seharusnya mencerminkan efisisensi anggaran tahun sebelumnya. Lonjakan sebesar Rp 57 miliar patut dipertanyakan validitas dan sumber perhitungannya.
Baca Juga:
Hadiri Launching Desa Edu-Eco Wisata, Romi Juji Apresiasi Pelaksanaan Festival Wolobobo 2025
Demikian pernyataan ini disampaikan Fraksi Golkar dalam Pemandangan Umum terhadap Rancangan Perubahan APBD Kabupaten Ngada Tahun Anggaran 2025, di ruang sidang DPRD Ngada, Rabu (27/8/25).
Selain menyoroti lonjaknya SILPA yang dinilai tidak logis, Fraksi Golkar melalui juru bicaranya, Aleksander Yohanes Songkares juga mengungkapkan sejumlah hal yang tidak masuk akal/kontradiktif.
Pertama, PAD meningkat, tetapi komponen utama justru menurun drastis.
Baca Juga:
Tekad Pemda Ngada Tingkatkan PAD, Simak Jawaban Pemerintah Atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Ranperda Perubahan tentang Pajak dan Retribusi
Total PAD Rp 6,9 miliar, tetapi Pajak Daerah turun Rp 1 miliar, Retribusi turun Rp 42 juta, dan Hasil Kekayaan Daerah yang Dipisahkan turun Rp 1,7 miliar.
Kenaikan besar justru ditopang oleh pos “Lain-lain PAD yang Sah” yang melonjak Rp 10 miliar.” Apakah sumber PAD “lain-lain” ini realistis, transparan, dan berkelanjutan? Mengapa pos utama PAD justru menurun,” tanya pria yang akrab disebut Yan Songkares ini.
Kedua, Pendapatan Transfer dari Pusat turun sangat signifikan Rp 67,2 miliar, sementara Transfer Antar Daerah hanya naik Rp 3,8 miliar.
Penurunan ini pungkas Songkares, berimplikasi langsung pada pembiayaan pembangunan. Apakah Pemda sudah menyiapkan langkah antisispasi.
Ketiga, Belanja Barang dan Jasa naik 23,8 miliar, tetapi Belanja Pegawai justru berkurang Rp 15,3 miliar.
Terhadap hal ini, Fraksi Golkar menilai tidak konsisten. Bagaimana mungkin belanja rutin pegawai ditekan, sementara belanja barang dan jasa justru melonjak besar. Apakah belanja barang/jasa tersebut benar-benar prioritas, tanya Yan Songkares lagi.
Keempat, Belanja Modal Jalan, Jaringan, dan Irigasi dipangkas Rp 41,9 miliar, sementara Belanja Gedung dan Bangunan justru melonjak Rp 31,1 miliar.
Yan Songkares menjelaskan, Infrastruktur dasar seperti, jalan dan irigasi adalah kebutuhan masyarakat luas. Mengapa justru dikurangi. Sedangkan pembangunan gedung malah ditambah besar, ungkapnya heran.
Apresiasi terhadap kinerja pemerintah atas beroperasinya Puskesmas Ngara sebagai bentuk perhatian pemerintah pada bidang kesehatan, namun lanjut Songkares, pihaknya menekankan atensi lebih lanjut pada infrastruktur dasar jalan masuk dan fasilitas air bersih pada lokasi tersebut.
Catatan Penting Fraksi
Meskipun berbagai capaian dan komitmen Pemerintah Daerah patut diapresiasi, namun ujar Songkares, Fraksi Partai Golkar memandang bahwa masih terdapat sejumlah hal yang perlu mendapat perhatian dengan tujuan pembangunan daerah. Oleh karena itu, Fraksi Golkar perlu menyampaikan beberapa catatan penting.
Bidang Pendapatan Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) memang meningkat menjadi Rp 71,5 miliar, namun masih relatif kecil dibandingkan total kebutuhan belanja. Hal ini kata Songkares, menunjukkan ketergantungan tinggi pada dana transfer pusat (lebih dari 90%).
Penurunan signifikan pada penerimaan retribusi dan hasil pengelolaan kekayaan daerah perlu mendapat perhatian serius.
Fraksi Golkar menilai, masih kurangnya optimalisasi aset daerah serta lemahnya penegakkan kepatuhan wajib pajak/retribusi, ujar Songkares.
Lebih lanjut Songkares menyampaikan, sebagai masukan, perlu adanya digitalisasi retribusi pajak dan meminimalisir sehingga tidak terjadinya penyimpangan.
Perlu inovasi kebijakan daerah berbasis potensi lokal (pariwisata, pertanian organik, energi terbarukan). Digitalisasi sistem pemungutan pajak dan retribusi agar transparan dan mengurangi kebocoran. Optimalisasi BUMD dan kerjasama strategis dengan pihak swasta/mitra investor, papar Songkares.
Bidang Belanja Daerah. Fraksi Golkar mencatat adanya penurunan belanja modal sebesar Rp 12,5 miliar, khususnya pada pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan. Padahal infrastruktur dasar menjadi kebutuhan vital masyarakat pedesaan.
Sementara itu tutur Songkares, belanja barang dan jasa meningkat Rp 23,8 miliar. Hal ini lanjut dia, menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penggunaan anggaran yang seharusnya lebih diarahkan pada belanja produktif.
Dikatakan Songkares, kenaikan belanja operasional yang tidak seimbang dengan belanja pembangunan dapat mengurangi dampak langsung bagi masyarakat.
Perlu adanya evaluasi mendalam terkait efektivitas hibah dan bantuan sosial agar tepat sasaran, mengingat terjadi penurunan signifikan pada belanja bansos, tambah Songkares.
Program “Kota Terang” dan penataan Bajawa sebagai “Kota Bunga” patut diapresiasi, namun jangan sampai menggeser prioritas utama pembangunan pedesaan yang berkaitan dengan air bersih, sanitasi, pendidikan, dan ketahanan pangan, imbuhnya.
Tata Kelola dan Reformasi Birokrasi. Fraksi Golkar menekankan perlunya penempatan birokrat sesuai kompetensi dan merit system agar reformasi birokrasi ungkap Songkares, tidak sebatas wacana.
Lebih lanjut kata Songkares, pemberian insentif pegawai dan RT harus berbasis kinerja, transparan, dan terukur, bukan sekedar tambahan belanja rutin.
Pengembangan SDM para Kepala Desa dan Perangkat Desa, serta BPD melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas serta monev yang rutin dan terukur.
“Fraksi meyakini, semakin Desa dan Kelurahan dikelola dengan manajemen yang baik, semakin baik juga nama Kabupaten Ngada pada masa yang akan datang,” ungkap Songkares. [frs]