WahanaNews-NTT | Kasus kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Sikka dan Ende cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan di tahun 2022 terjadi 111 kasus, naik 6.30 % dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 104 korban.
Hal ini diketahui dari Laporan Catatan Akhir Tahun (CATAHU) 2022 yang disampaikan Perkumpulan Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK), di Aula Sr. Eustochia, SSpS, Rabu (06/03/2023).
Baca Juga:
Diduga Kelebihan Muatan, Truk Ekspedisi Terbalik di Pelabuhan Gunungsitoli
Ketua TRUK, Sr. Ika, SSpS dalam laporannya yang disampaikan salah satu staf Pendamping Hukum, Elisabeth Bestiana menjelaskan bahwa CATAHU ini berisikan layanan pengaduan dan laporan yang diterima oleh TRUK sepanjang tahun 2022.
Dalam laporan tersebut TRUK memaparkan bahwa ranah personal dan komunitas merupakan cakupan terjadinya tindak kekerasan terhadap Perempuan Dan Anak yang selama ini terjadi.
Dijelaskan bahwa, Ranah Personal mencakup Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan Dalam Pacaran (KDP).
Baca Juga:
Tragedi Tahun Baru di New Orleans: Truk Seruduk Kerumunan, 10 Tewas
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan kekerasan yang angka pengaduannya tertinggi dengan jumlah korban yang melapor 58 orang (52,25%) terdiri dari 21 pengaduan dari istri, 2 pengaduan yang dilaporkan oleh mantan istri, 2 pengaduan yang dilaporkan oleh keponakan, 1 pengaduan yang dilaporkan oleh anak asuh, 30 pengaduan yang dilaporkan oleh anak kandung dan 2 pengaduan yang dilaporkan oleh anak tiri.
Dari 21 orang istri, semuanya mengalami kekerasan psikis, 19 orang mengalami kekerasan fisik, 10 orang yang mengalami perkosaan dalam perkawinan (marital rape), 19 orang yang mengalami kekerasan ekonomi/penelantaran, 1 anak asuh yang diperkosa dan 1 keponakan yang menjadi korban kekerasan berbasis eloktronik yang dilakukan oleh pamannya.
Dari 32 anak, ada 25 orang mengalami kekerasan psikis, 10 orang mengalami kekerasan fisik, 21 orang mengalami kekerasan ekonomi/penelantaran, dan 6 orang anak mengalami kekerasan seksual, 2 diantaranya diperkosa oleh bapak tiri.
Pada umumnya korban KDRT, mengalami kekerasan berlapis dengan frekuensi kekerasan lebih dari satu kali karena pelaku orang dekat dan dalam kasus ini korban sulit untuk memutuskan rantai kekerasan yang dialaminya karena barbagai alasan. Relasi kuasa yang timpang menjadikan istri dan anak sulit keluar dari situasi kekerasan tersebut.
Kekerasan dalam pacaran (KDP), dialami oleh 9 orang dan 7 diantaranya berusia anak. Motif asmara menyebabkan kesembilan korban mengalami kekerasan sekual dan eksplotasi seksual.
Dominasi laki-laki dalam relasi ini menjadikan si perempuan tak berdaya, keyakinan masyarakat yang menganggap bahwa harga diri atau martabat seorang perempuan terletak pada keperawanannya dan janji akan menikahi korban menjadikan korban terjebak dan terpaksa bertahan dalam lingkaran kekerasan yang dialaminya.
Selanjutnya, kekerasan terhadap perempuan dan anak di ranah komunitas dilaporkan oleh 42 korban (38.53%) dengan rincian; laporan dari 33 anak korban dan 11 korban perempuan dewasa.
Bentuk kekerasan yang dialami korban beragam; kekerasan psikis dialami oleh 16 orang, kekerasan fisik dialami oleh 6 orang, kekerasan seksual dialami oleh 31 orang.
Dari 31 orang tersebut ada 21 orang diantaranya mengalami kekerasan seksual berbasis elektronik. Ada 4 perempuan dewasa yang direkrut secara non prosedural yang mengarah pada indikasi menjadi korban perdagangan orang. [frs[