Menurut Romanus Woga, model pembelajaran yang tertuang adalah menggunakan metode pelatihan dalam jaringan atau belajar daring, lokakarya, dan pendampingan individu.
Baca Juga:
Wakil Bupati Karo: Calon Guru Penggerak Perlu Memiliki Kompetensi Pengembangan Sekolah
Wakil Bupati Sikka ini kemudian merincikan, 70% pengajar belajar di sekolah, 20% bersama sesama pengajar, dan 10% bersama narasumber, fasilitator dan Pengajar Praktik (PP). Pendampingan dilakukan secara individu di sekolah CGP dan pendampingan kelompok melalui kegiatan Lokakary, sentil Romanus.
Saat yang sama ketua panitia Lokakarya 7, Yanres Bulan menyampaikan bahwa Festival Hasil Panen Belajar CGP angkatan 7 ini adalah mendeskripsikan perjalanan selama 6 bulan para CGP mengikuti pembekalan, mengikuti pertemuan daring/luring dengan fasilitator serta menerima kunjungan pengajar praktik di sekolah dan juga kegiatan lokakarya setiap bulan sebagai kegiatan rutinitas disamping kegiatannya sebagai guru di sekolah.
Pria yang akrab disapa Yan Bulan ini menguraikan, kewajiban pengajar praktik mendampingi CGP sangat berkesan karena ada kebersamaan dalam belajar, berbagi, berkolaborasi, berefleksi dan mensosialisasikan hasil belajar setiap modul, sehingga menanamkan semangat bergerak, tergerak dan menggerakan, baik itu melalui daring maupun luring.
Baca Juga:
Buka Lokakarya 7, Pj. Bupati Sikka: Guru Penggerak Harus Jadi Guru Jalan Tengah, Bukan Guru Tengah Jalan
Untuk itu selaku perpanjangan tangan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi NTT berharap agar semua CGP yang telah mengikuti pembekalan selama 6 bulan dan lulus menjadi Guru Penggerak dan mendapatkan Sertifikat dapat menjadi pemimpin di sekolah.
Selain itu, harapan besarnya agar lulusan PPGP dapat mewujudkan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan di seluruh wilayah negeri ini, dimana keberpihakan pada murid menjadi orientasi utamanya. [frs]