WahanaNews-NTT | Ombudsman Republik Indonesia menemukan lima potensi maladministrasi dalam tata-kelola pupuk bersubsidi.
Temuan ini merupakan hasil telaah dari lembaga penyelenggara pelayanan publik sejak April 2021.
Baca Juga:
Hak Masyarakat Tidak Terabaikan, Hasan Slamat: Perkuat Jaringan Pengawasan Terhadap Pelayanan Publik
“Berdasarkan hasil telaah deteksi awal dan penelusuran informasi yang dilakukan, terdapat tipologi masalah dan hambatan dalam tata kelola program pupuk seperti kelompok penerima, akurasi data penerima, mekanisme distribusi, efektivitas penyaluran, dan mekanisme pengawasan distribusi dan penyaluran pupuk bersubsidi,” ujar anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Patika, dalam paparannya, Selasa (30/11/2021).
Adapun dari masalah-masalah tersebut, Ombudsman menemukan potensi maladministrasi yang meliputi penentuan kriteria dan syarat petani penerima bantuan.
Yefka mengatakan, saat ini kriteria tersebut tidak diatur secara langsung dalam aturan turunan undang-undang yang memayungi perlindungan petani hingga pelayanan publik.
Baca Juga:
Ombudsman Gorontalo Kunjungi Lapas Pohuwato Pastikan Kualitas Layanan Publik di UPT Kemenkumham
Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan.
Selain itu, seharusnya kriteria penerima bantuan diatur dalam beleid turunan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Kedua, Ombudsman melihat pendataan petani penerima pupuk bersubsidi memakan waktu lama dan tidak akurat.