Sikka, WahanaNews-NTT.co | Jaringan Hak Asasi Manusia (HAM) Sikka mendesak DPRD Kabupaten Sikka untuk segera mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Aparat Penegak Hukum (APH) di Kabupaten Sikka.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Pastikan Tidak Alokasikan Dana Khusus Vaksinasi di Masa Endemi
Desakan ini disampaikan Jaringan HAM Sikka kepada DPRD melalui surat yang diterima secara langsung ketua DPRD Sikka, Donatus David, SH, Senin (09/10/2023).
Dalam surat tersebut, jaringan HAM Sikka mendesak segera dilakukan RDP terkait dugaan korupsi, mafia anggaran hingga mafia hukum yang kian "marak" di Kabupaten Sikka akhir-akhir ini.
Pertama, dugaan korupsi dana sertifikasi guru khususnya mengapa Irma sebagai bendahara belum ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga:
Peningkatan Jalan Nita-Riit dan Nangablo-Hagarahu Diabaikan Kontraktor, Ketua DPRD Kesal
Kedua, kasus korupsi dana BTT dimana hasil Pansus DPRD merekomendasikan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan pemeriksaan kepada 7 (tujuh) pihak atas dugaan kerugian negara dalam pengelolaan dana BTT pada BPBD Kabupaten Sikka senilai Rp 988.765.648.
Tujuh pihak yang dimaksud yakni; mantan Kalak BPBD Sikka Muhammad Daeng Bakir, Bendahara BTT Reinildis Lebi, PPK BPBD Yanuarius Antonius, Kasi Kedaruratan Yulens Siswanto, Kasi Logistik Emanuel Hitong, para sopir dan penerima bantuan air minum bersih. Pada kenyataanya sampai saat ini baru diproses hukum 4 pihak.
Ketiga, Mafia Anggaran seperti; Modus korupsi dalam bentuk penyusunan anggaran berupa pemberian porsi APBD pada proyek-proyek seperti penetapan alokasi APBD yang besar untuk dana BTT TA 2021 yang berawal dari Rp 3,5 miliar naik 4 kali menjadi Rp 21 miliar lebih. Kenaikan anggaran tersebut tanpa persetujuan DPRD.
Jaringan HAM Sikka ketika menemui Ketua DPRD Sikka, Donatus David, SH.
Modus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah berupa penetapan rekanan yang tidak sesuai aturan seperti dalam kasus BTT ini, yaitu: suami atau istri PNS, rekanan yang tidak memiliki ijin (menjadi kroni pejabat).
Modus korupsi berupa penetapan kebijakan dalam pengelolaan dana BTT seperti Surat Edaran Nomor BPKAD.930/262/VIII/2021 tentang Pedoman Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Belanja Dengan Mekanisme SPM-langsung ke Bendahara Pengeluaran TA 2021 tanggal 25 Agustus 2021.
Dimana dalam surat edaran tersebut Bupati Sikka tidak menetapkan secara tegas batasan penggunaan transaksi tunai dari LS, batas waktu penyelesaian pertanggungjawaban LS, sehingga menyebabkan dana BTT yang dikelola pada kantor BPBD Kabupaten Sikka TA. 2021 sebesar Rp. 11.592.302.550,- ditemukan kerugian negara sebesar Rp 2,8 miliar lebih (sesuai LHP BPK).
Dan sekarang, dana BTT yang sedang diproses oleh Kejaksaan Negeri Sikka hanya BTT Covid sebesar Rp. 1,9 miliar. Dari nilai tersebut ditemukan kerugian negara sebesar Rp. 724 juta, sedangkan dana BTT lainnya sebesar Rp. 7 miliar lebih yang dikelola kantor BPBD Kabupaten Sikka belum diproses oleh Kejaksaan Negeri Sikka.
Modus korupsi berupa kecurangan laporan keuangan pemkab Sikka pada tahun 2022.
Dalam kasus BTT seperti, rekanan/pihak ketiga (terdakwa) yang merugikan keuangan daerah sebesar Rp. 551.021.128,- tetapi dalam laporan keuangan yang sesuai LHP BPK bahwa telah dilakukan verifikasi bahkan verifikasi ulang, tetapi tidak ditemukan kerugian tersebut, dan sesuai surat dakwaan ternyata tidak ada verifikasi apalagi verifikasi ulang.
Kecurangan dalam laporan keuangan tersebut bisa saja dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sikka dan/atau BPK RI, karena dalam rangka mendapatkan WTP yang menjadi dasar mendapatkan dana DID sebesar Rp 11,5 miliar dari Kementerian Keuangan.
Modus ini bisa melibatkan tidak hanya Pemerintah Kabupaten Sikka dan/BPK RI , tetapi juga bisa melibatkan pihak-pihak di Kementerian Keuangan karena Dana Insentif Daerah (DID) diberikan atas dasar adanya kinerja dan pertanggungjawaban keuangan yang baik bukan sebaliknya.
Pihak yang paling bertanggungjawab adalah Bupati, Sekda, Inspektorat, dan tim dari BPKAD, tetapi sampai sekarang tidak diproses hukum. Modus korupsi anggaran berupa penggunaan APBD Kabupaten Sikka untuk kepentingan pribadi.
Korupsi berupa pejabat tidak menempati rumah jabatan dalam hal ini Bupati Sikka (selama lima tahun sejak dilantik) menggunakan rumah pribadi sebagai rumah jabatan dengan anggaran dari APBD, ini jelas bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan APBD PP Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan tidak melaksanakan kewajibannya untuk mentaati peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalm Pasal 67 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sesungguhnya anggaran setiap tahun seperti pada tahun 2021 sebesar Rp 1,5 miliar.
Keempat, Mafia Hukum. Dalam kasus BTT ada makelar kasus yang diduga melibatkan pihak penegak hukum (berita terkait terlampir), tetapi sampai saat ini belum disentuh oleh penegak hukum.
Laporan Pidana oleh 9 karyawan Perumda Wair Pu’an pada Juli 2021 atas dugaan korupsi Program Hibah Air Minum Perkotaan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pada Perumda Wair Pu’an TA. 2020 ke Kejaksaan Negeri Sikka yang berdasarkan audit independent kerugiannya senilai Rp. 2,5 miliar tidak diproses sampai saat ini. dimana Bupati sebagai Pemilik Modal (KPM) dan Sekda sebagai komisarisnya (laporan terkait terlampir).
Dana Pinjaman Daerah menjadi modus baru untuk korupsi. Akibatnya 13 proyek yang dibiayai dari dana Pinjaman Daerah praktis mangkrak sampai dengan saat ini (informasi terkait terlampir). Diduga proyek-proyek ini dikerjakan oleh kroni-kroni penguasa di Kabupaten Sikka.
Kasus TPPO 17 anak dibawah umur yang dipekerjakan di 4 Pub di Kabupaten Sikka. Dalam proses hukum APH tidak menggunakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, tetapi menggunakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang sanksi pidananya lebih ringan.
Sampai saat ini satu tersangka belum diproses hukum karena Polda NTT tidak memproses hukum tersangka pemilik T-999 Pub. Diduga oknum tersebut mempunyai kedekatan dengan Polda NTT maupun Polres Sikka.
Kekerasan Seksual di Kabupaten Sikka cukup tinggi. Data kasus yang ditangani oleh Lembaga Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) Maumere, sejak tahun 2020 sampai bulan April 2023 sebanyak 58 kasus Kekerasan Seksual (79 korban) yang dilaporkan ke Polisi.
Dari 58 kasus kekerasan seksual tersebut, 36 kasus selesai sampai putusan inkrah, 8 kasus sementara diproses, dan 14 kasus mandek. Dari 14 kasus ini, kasus tidak diproses karena pelaku DPO, 1 kasus tidak diproses karena kurangnya alat bukti, 1 kasus yang diproses dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang hukumannya lebih ringan dan 2 kasus ditarik oleh pelapor padahal bukan delik aduan.
Kehadiran UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memberikan harapan bagi para korban kekerasan seksual, namun pasca disahkannya UU TPKS hingga saat ini beberapa kasus yang terjadi tidak dapat diproses hukum dengan mengacu ke Undang-Undang ini.
Pantauan Media, Jaringan HAM Sikka yang hadir saat menemui Ketua DPRD Sikka, Ketua FORKOMA Siflan Anggi, Pater Huber Thomas, Pater Vande Raring, Sr. Fransiska Imakulata, Valens Pogon, Heni Hungan beserta staf TRUK Maumere. [frs]