Dalam ranah terjadinya kekerasan personal yang mencakup KDRT dan KDP, Lidya menjelaskan bahwa, kedua bentuk kekerasan ini menjadi aduan dengan angka yang paling tinggi yakni 59 orang atau 58,42%.
Ia merincikan, untuk KDRT ada 13 orang istri dan 30 anak yang melapor dan untuk KDP ada 16 orang yang melapor. Posisi perempuan/istri yang belum menikah sah menjadi kendala tersendiri dalam proses hukum, ujar Lidya.
Baca Juga:
KDRT di Paser Kaltim, Suami Mutilasi Istri dan Tunjukin ke Tetangga
Lebih jauh Lidya mengatakan, korban kekerasan dalam ranah personal, umumnya mengalami kekerasan berlapis dan frekuensi kekerasan lebih dari satu kali. Untuk kekerasan perempuan dewasa termasuk istri, kekerasan psikis dialami oleh 17 orang, kekerasan fisik dialami oleh 16 orang, jelasnya merincikan.
Lanjut Lidya memaparkan, kekerasan seksual dialami oleh 16 orang, 7 diantaranya mengalami perkosaan dalam perkawinan (marital rape) dan kekerasan ekonomi/penelantaran dialami oleh 21 orang.
Untuk korban anak, kekerasan psikis dialami oleh 23 orang, kekerasan fisik dialami oleh 13 orang, kekerasan ekonomi/penelantaran ekonomi dialami oleh 21 orang, kekerasan seksual dialami oleh 17 orang (11 diantaranya hamil), Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dialami oleh 5 orang, tandasnya.
Baca Juga:
Ketua DPW Relawan Martabat Provinsi Jambi Ucapkan Selamat atas Pelantikan Prabowo-Gibran
Dia menambahkan, kekerasan di ranah privat merupakan kekerasan yang paling sulit diputuskan dan kecenderungan akan berulang karena adanya relasi kuasa dan ketergantungan korban terhadap pelaku yang cukup tinggi.
Sementara itu, kekerasan terhadap perempuan dan anak di ranah komunitas, dilaporkan oleh 42 korban (41,58%) dengan rincian, 10 korban perempuan dewasa dan 32 korban anak.
Untuk bentuk kekerasan yang dialami korban kata Lidya, beragam yakni, kekerasan psikis 14 orang, kekerasan fisik 2 orang, kekerasan seksual 19 orang, kasus perdagangan orang dialami oleh 18 orang dan kekerasan berbasis online dialami oleh 1 orang, imbuhnya. [dny]