WahanaNews-NTT | Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Sikka menyoroti pelantikan pengurus Komite Olahraga Nasional (KONI) Kabupaten Sikka yang dilakukan pada tanggal 06 Agustus 2022 lalu.
Menurut Fraksi PAN, ada hal menarik dalam jajaran pengurus inti KONI Kabupaten Sikka yang mana dari ketua hingga pengurus inti lainnya, diisi oleh figur-figur ternama di Kabupaten Sikka yang juga adalah politisi aktif baik yang sementara memegang jabatan eksekutif maupun legislatif di Kabupaten Sikka.
Baca Juga:
Kejaksaan Negeri Padang Terima Uang Pengganti dari Terpidana Kasus Korupsi KONI
Sorotan Fraksi PAN ini disampaikan Philips Fransiskus yang juga adalah Ketua Fraksi, dalam sidang paripurna DPRD Sikka dengan agenda Penandatanganan MoU KUA-PPAS, Senin (08/08/2022).
Meski demikian, Fraksi menyampaikan ucapan selamat dan proficiat kepada jajaran pengurus KONI Kabupaten Sikka periode 2022-2026 dengan harapan bahwa para pengurus sudah memahami secara benar tugas dan fungsi KONI sebagaimana mengacu pada UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Fraksi PAN menjelaskan, pada tugas pokok dan fungsi KONI inilah, Fraksi ingin memberikan catatan khusus bahwa UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional juga Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Olahraga Pasal 56 menyatakan bahwa:
Baca Juga:
Pendirian BAKI Disambut Positif sebagai Badan Penyelesaian Sengketa Olahraga Tunggal di Indonesia
(1). Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan structural dan jabatan publik.
(2). Dalam menjalankan tugas, kewajiban, dan kewenangannya, pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bebas dari pengaruh dan intervensi pihak manapun untuk menjaga netralitas dan menjamin keprofesionalan pengelolaan keolahragaan.
(3). Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memegang suatu jabatan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dan militer dalam rangka memimpin satuan organisasi negara atau pemerintahan, antara lain jabatan eselon di departemen atau lembaga pemerintahan non departemen.
(4). Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memegang suatu jabatan publik yang diperoleh melalui suatu proses pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui pemilihan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Jabatan publik yang dimaksud antara lain, Presiden/Wakil Presiden dan harus anggota kabinet, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, anggota DPR-RI, anggota DPRD, hakim agung, anggota Komisi Yudisial, kapolri dan Panglima TNI.
Aturan ini diperkuat lagi dengan sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 123 ayat 6 dan 7, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa:
(6). Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 56, Menteri dapat memfasilitasi untuk terselenggaranya pemilihan pengurus baru sesuai dengan ketentuan organisasi olahraga dan peraturan perundang-undangan.
(7). Dalam hal pemilihan pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak diselenggarakan, Menteri dapat merekomendasi kepada pihak terkait dengan pendanaan untuk penyaluran dana kepada komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, atau komite olahraga kabupaten/kota.
Yang tidak dilarang oleh UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional juga Peraturan Pemerintah nomor 16 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan olahraga adalah jika para pejabat politik dan pemerintahan sebagaimana disebut di atas memegang jabatan ketua dan pengurus cabang olahraga.
Larangan bagi anggota DPR/DPD/DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk memegang jabatan pengurus inti KONI baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota juga sejalan dengan ketentuan pasal 104 ayat 1 UU Nomor 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tidak boleh merangkap jabatan sebagai; Pejabat Negara lainnya, Hakim pada Badan Peradilan, PNS, Anggota TNI/Polri, Pegawai BUMN, BUMD dan/atau Badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN / APBD.
Ketegasan larangan bagi pejabat politik dan pemerintahan menjabat sebagai pengurus KONI baik di tingkat pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007.
Dalam putusan tersebut menolak gugatan Saleh Ismail Mukadar, SH tentang keabsahan larangan bagi pejabat publik baik di bidang politik dan pemerintahan untuk memegang jabatan inti pengurus KONI baik di tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam UU Sistem Keolahragaan Nasional pasal 40 dan peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2007.
Putusan ini dibacakan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh Sembilan Hakim Konstitusi pada hari Rabu, 20 Februari 2008 dan diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Jumat, 22 Februari 2008.
Sebagaimana kita ketahui bersama, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat.
Sementara itu, Ketua Umum KONI NTT yang juga adalah Wakil Gubernur NTT, Drs. Yosef A. Nae Soi, MM ketika dikonfirmasi WahanaNews.co melalui pesan whatsapps, Senin (08/08/2022) menjelaskan bahwa aturan sebagaimana yang disampaikan Fraksi PAN itu merupakan aturan lama.
Saat ini sudah menggunakan aturan baru yakni Undang-Undang Nomor 11 tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan.
Dimana dalam UU tersebut tidak lagi ada larangan bagi pejabat publik untuk menjadi pengurus inti KONI baik di tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
“UU Nomor 11 tahun 2022 tidak melarang ASN dan Pejabat Publik menjadi Ketua atau Pengurus KONI. Mungkin teman-teman masih baca Undang-Undang lama. Mungkin teman-teman masih ikut UU nomor 3 Tahun 2005, tapi sudah ada UU terbaru tentang Keolahragaan nomor 11 tahun 2022,” jelas Ketua Umum KONI NTT Yosef A. Nae Soi. [frs]