Tak jauh dari tempat Yupiter, Edi Piubati juga mengungkapkan hal senada, sebagai nelayan tangkapan, dirinya bersama kerabatnya pun sulit mendapatkan ikan sebulan ini.
Edi Mengaku, sejak tenggelamnya kapal kargo Kuala Mas, hasil tangkapan mereka menurun drastis. Bahkan banyak ikan yang ditemukan mati di laut yang biasanya mereka mencari ikan tangkapan.
Baca Juga:
Kapal Tenggelam di Perairan Pulau Tam Tapteng, 12 ABK Berhasil Dievakuasi
“Dulu, dalam semalam saya bisa menangkap cukup ikan untuk dijual dan memberi makan keluarga. Sekarang, banyak ikan mati di laut, dan yang masih hidup semakin sulit ditemukan,” ujar Edi dengan nada prihatin.
Para nelayan kini harus melaut lebih jauh dari biasanya, menghabiskan lebih banyak bahan bakar dan waktu demi mencari ikan yang semakin langka. Situasi ini membuat penghasilan mereka menurun drastis, sementara kebutuhan hidup tak bisa ditunda.
Dampak lingkungan akibat tumpahan minyak ini tidak luput dari perhatian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur. Mereka turun langsung ke lokasi untuk menilai tingkat pencemaran dan meminta pemerintah serta pemilik kapal segera bertindak.
Baca Juga:
Tim Sar Dikerahkan Cari Kapal Angkut Wisatawan Dilaporkan Tenggelam di Takalar Sulsel
“Jika tidak segera ditangani, ekosistem laut di sini bisa rusak parah. Kami mendesak pemerintah dan pemilik kapal untuk bertanggung jawab atas dampak ekologis ini,” tegas Yuvensius Stefanus Nonga, Deputi WALHI NTT.
Menurut WALHI, tumpahan minyak tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga mengancam ekonomi masyarakat pesisir yang bergantung pada hasil laut.
Mereka menuntut langkah cepat dari pihak berwenang untuk membersihkan perairan dan memberikan kompensasi kepada para petani dan nelayan yang terdampak.