Dia mengatakan, Kepala BPJN X NTT bersama jajarannya sepertinya membiarkan bahwa ketersediaan material Galian C yang akan digunakan oleh PT. Kelimutu Permata Nusantara untuk pengerjaan ruas jalan Ndona - Aekipa itu tidak disertai dengan kelengkapan bukti IUP.
Bila faktanya PT. Kelimutu Permata Nusantarabenar benar- tidak memiliki IUP untuk ketersediaan material Galian C, namun tetap dibiarkan menjadi pelaksana pengerjaan ruas jalan Ndona - Aekipa, maka itu bisa dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana pertambangan sesuai Pasal 161 Jo. Pasal 35 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyebutkan :
Baca Juga:
Meskipun Sudah Bercerai, Aipda Gede Hermawan Rominto Jangan Menelantarkan Anak-Anaknya
"Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). " beber dia.
Begitu pula lanjut Meridian menuturkan, Kepala BPJN X NTT dan jajarannya patut dimintai pertanggungjawaban hukumnya sebab seolah merestui dan membiarkan PT. Kelimutu Permata Nusantara atas ketersediaan material Galian C yang tidak disertai dengan bukti IUP.
Dalam pelaksanaan pembangunan dan preservasi jalan yang tidak terlepas dari kegiatan yang membutuhkan ketersediaan material khususnya Galian C, semestinya semua pihak sanggup sepenuh hati mewujudkan program NAWACITA Presiden Jokowi untuk menjauhi dan memberantas tambang ilegal di Indonesia, sebab penerimaan negara menjadi sangat berkurang akibat tambang ilegal, imbuh Meridian Dado. [frs]