Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2021 yang berujung pihak Yayasan Nusa Nipa membayar sewa sebesar Rp.290 juta lebih kepada Pemkab Sikka kata Johanes, itu dikarenakan belum ada perjanjian pemanfaatan aset antara Pemkab Sikka dan pihak UNIPA, jelasnya.
Menurut dia, nilai Rp 290 juta lebih itu bukan temuan BPK, melainkan nilai sewa aset. Ia menjelaskan, BPK merekomendasikan harus ada perjanjian kepastian atau perikatan secara administrasi antara Pemkab Sikka dan Yayasan Nusa Nipa untuk menjaga legalitas aset Pemkab Sikka.
Baca Juga:
Ketua Umum YIARI Ditunjuk sebagai Penasihat Utama Menteri Kehutanan
Sehingga lanjut Johanes, dari rekomendasi BPK RI tersebut, dilakukan kajian berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah dalam hal ini Pemanfaatan Lahan Pemkab Sikka oleh Yayasan Nusa Nipa.
"Terkait dengan Yayasan, mekanismenya ada banyak. Dan salah satu bentuk perikatan adalah sewa menyewa. Lalu ditindaklanjuti oleh kita dan kemudian disepakati bahwa perjanjian administrasinya dalam bentuk sewa,” paparnya.
Selanjutnya kata Johanes, dari hasil perhitungan tim, maka nilai sewa aset yang harus dibayar UNIPA tahun 2021 adalah sebesar Rp. 290 juta lebih. “Sewa ini nantinya dibayar setiap tahun oleh UNIPA," ujar dia.
Baca Juga:
Kasus Korupsi CSR BI, KPK Dalami Yayasan Diduga Afiliasi Anggota DPR
Terhadap hal itu, Johanes mengaku bahwa dirinya tidak mengerti perhitungan sewa aset bukan dikenakan kepada obyek tanah yang riil digunakan UNIPA Maumere.
"Itulah, saya juga kurang ngerti itu. Sebenarnya, objek perhitungan sewa adalah yang digunakan UNIPA saat ini yaitu di lahan eks RSUD Dr. TC. Hillers," ketus dia.
Terkait lahan seluas 65.000 M2 dan dan 66.100 M2 yang termuat dalam LHP BPK, Johanes menjelaskan, itu lokasinya di Desa Kolisia dan lahannya masih kosong yang belum dimanfaatkan sama sekali. Lahan Itu adalah lahan yang direkomendasikan ke Dirjen Pendidikan Tinggi untuk pengembangan kampus UNIPA, imbuhnya. [frs]