Dirinya juga menyoroti pernyataan dari tokoh lainnya di film tersebut yang menyebutkan banyak terjadi kecurangan dalam pemilu kali ini. Dirinya menilai ucapan itu tidak berdasar karena tidak disebutkan peristiwa kecurangannya di mana.
"Pernyataan ini benar-benar tidak berdasar, tidak disebut peristiwa kecurangan yang mana, peristiwa yang mana, apa buktinya. Bagaimana status pelaporannya, dan bagaimana status penanganan perkaranya. Kan kalau kita bicara soal kecurangan harus faktual," ungkapnya.
Baca Juga:
TKN Tantang Partai Banteng Tarik Semua Menterinya
Terakhir yang disorotinya adalah soal tudingan APDESI yang digunakan untuk memenangkan paslon tertentu. Menurutnya hal itu juga tidak mendasar.
"Intinya mengatakan soal kepala desa, APDESI yang dikatakan kepala desa digunakan untuk memenangkan paslon tertentu. Nah ini juga nggak berdasar, karena tidak disebut di kasus mana kepala desa ini sudah kerja, lalu memastikan warga di desanya memilih Paslon tertentu. Bagaimana caranya," sebutnya.
Habiburokhman berpikir bahwa film itu disengaja diluncurkan pada masa tenang. Hal itu dilakukan karena elektabilitas paslon nomor 2 sudah diatas 50 persen.
Baca Juga:
Hari Ini Ketua TKN Prabowo-Gibran 2 Kali ke Rumah Megawati, Hasto: Belum Sempat Salaman
"Nah ini karena mungkin Elektabilitas Prabowo-Gibran terus meroket, bahkan sudah tembus batas psikologis aturan 50 persen plus satu suara, maka dilakukan cara-cara yang ini. Kami yakin (film) ini pasti nggak laku, di hati rakyat," ungkapnya.
Adapun dalam film itu berisikan pernyataan dari 3 pakar hukum Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Mereka menjelaskan terkait dugaan kecurangan dalam pemilu kali ini.
Disinggung dalam film tersebut yakni dugaan pengangkatan Pj kepala daerah untuk urusan elektoral, dan sorotan terhadap netralitasnya.