WahanaNews-NTT│Program unggulan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terus digalakkan saat ini adalah program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) dengan pola kemitraan.
Program ini diyakini dapat meningkatkan ekonomi petani dengan minimal satu hektare bagi setiap petani.
Baca Juga:
Beredar Kabar, Pemprov NTT Tidak Buka Formasi PPPK Tahun 2022
Usai sosialisasi di aula Kantor Desa Watuliwung, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Jumat (25/02/2022), Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi NTT, Ir. Lecky Frederich Koli kepada wartawan menjelaskan bahwa Program TJPS ini merupakan inovasi pemerintah untuk mendorong peningkatan ekonomi wirausahawan tani.
“Karena itu kita menciptakan atau menggagas inovasi di ekosistem pembiayaan pertanian dengan TJPS pola kemitraan,” ujar Frederich Koli.
Ia menjelaskan, pola kemitraan itu ada 3 (tiga) pilar utama yaitu; pemerintah, masyarakat wirausaha mandiri (petani) dan dunia usaha. Ketiganya ini kita sebut sebagai triple helix yang sangat kuat untuk bisa mendorong adanya pertumbuhan, oleh karena integrasi hulu dan hilirnya bisa jalan, tuturnya.
Baca Juga:
Miris! Rumah Dibongkar, Warga Besipae NTT Tidur di Bawah Pohon
Menurutnya, masalah-masalah yang sering dihadapi petani sebagai persoalan fundamental adalah, produksi, pengolahan, pasar dan juga modal.
Untuk mengatasi persoalan ini kata Lecky Frederich, sudah ada di TJPS pola kemitraan ini.
“Di TJPS ini produksinya ada, pengolahannya ada, pasarnya ada, modalnya juga ada, sehingga masalah-masalah yang kita hadapi sebagai persoalan fundamental petani kita di NTT adalah modal dan pasar itu sudah diselesaikan,” tandasnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong semua stakeholder untuk betul-betul terlibat oleh karena sumber daya ini unlimited, pembiayaan ini tidak terbatas.
“Kalau masyarakat siap 10 ribu Ha kita kerja 10 ribu, siap 20 ribu kita bisa kerjakan,” kata dia.
Terkait pasar, Kadis Pertanian Provinsi ini memastikan bahwa sudah disiapkan oleh off takernya. Karena itu, momentum ini kita jadikan sebagai jembatan untuk memasukan kebijakan pemerintah untuk bisa mengintervensi semua masyarakat yang punya kemampuan menanam jagung, agar bisa mendapat akses untuk berproduksi dengan kapasitas minimal 7 ton per hektar, pungkasnya.
Ia merincikan, dari hasil 7 ton tersebut jika harga jagung Rp ribu maka petani tersebut sudah bisa mendapatkan Rp 28 juta. Dikurangi dengan tanggung jawabnya ke Bank sekitar Rp 10 juta tersisa Rp 18 juta.
Dari Rp 18 juta ini, petani tersebut bisa kapitalisasi untuk memutar sekali lagi sekaligus menambah jumlah ternaknya.
Sehingga ketahanan pangan tercukupi oleh karena ada produksi dan ketahanan ekonomi lebih panjang, oleh karena jagungnya habis tapi masih ada ternak. Sehingga dalam waktu 1 tahun tetap bisa bertahan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya, urai Frederich Koli.
Lebih lanjut ia menggambarkan, instrument ini sekaligus bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan. Dari 18 Juta dalam 1 hektar tersebut, jika dalam 1 KK itu ada 4 orang dan dibagi rata maka masing-masingnya mendapatkan penghasilan Rp. 4,5 juta untuk 3 bulan, jika dibagi dalam sebulan akan menjadi Rp. 1,5 juta.
Itu artinya kata Kadis, angka tersebut merupakan angka diatas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah yakni, Rp 430 ribu. Apabila pendapatan dibawah Rp 430 ribu masuk kategori miskin. Dengan demikian lanjutnya, dalam waktu 100 hari persoalan kemiskinan dapat diselesaikan.
Proses ini akan terus berputar sampai dengan saatnya petani bisa mandiri tanpa mesti mendapatkan bantuan dari pihak bank ataupun pemerintah tetapi bisa bergulir secara mandiri. Ini menunjukkan adanya indikator kemajuan.
Indikator kemajuan suatu daerah itu diukur dari seberapa banyak masyarakat menggunakan jasa perbankan untuk memproduksi barang dan jasa untuk kebutuhan hidup yang bersangkutan, ujar dia.
Lanjut Kadis mengatakan, saat ini program TJPS sudah dijalankan di beberap Kabupaten yakni, Manggarai Timur, Sumba Barat Daya, Malaka, Belu, Kupang, TTS, TTU, Ngada, Nagekeo dan Manggarai dengan off taker yang berbeda-beda.
Menjawab pertanyaan wartawan jika terjadinya gagal panen, Lecky Frederich Koli menjelaskan, pemerintah sudah menyiapkan garansinya melalui kerjasama dengan Jasindo dan ACA untuk bisa membackup gagal panen akibat Force Major (hama, bencana alam) itu bisa di cover oleh asuransi, sehingga petani bisa terbebas dari beban hutang akibat dari tidak bisa berproduksi.
Dan yang paling penting petani bisa menentukan pendapatan lewat luasnya lahan yang bisa diolah dan kemampuan tenaga kerja yang dimilikinya, tutup Kadis. [dny]