WahanaNews-NTT | Pengawas Pembangunan Kecamatan Tanawawo, Romo Zakarias Dhena, O.Carm bersama Tim Masyarakat Pemerhati Desa (MPD) menemui Bupati Sikka, Senin (20/06/2022).
Kepada Bupati Sikka, Romo Zakarias membeberkan hal-hal yang ditemukan dan dialami selama menjadi Pengawas Pembangunan Kecamatan.
Baca Juga:
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur Alokasikan 10 Persen Dana Desa dari APBD 2024
Kata Romo, setelah mendapat APBDes tahun anggaran 2021 dirinya bersama MPD berkumpul untuk bersama-sama melihat kebenaran realisasinya di lapangan. Dan ternyata, pihaknya menemukan banyak hal yang patut dicurigai.
Sesuai dengan permohonan kedua kepada Bapak Bupati, maka berdasarkan pantauan di lapangan selama ini dan juga meneliti dari APBDes pihaknya lalu memberikan laporan kepada Bupati Sikka agar memerintahkan Inspektorat untuk memeriksa kinerja Kades Bu Watuweti , sedangkan desa lainnya akan menyusul, tandas Romo.
Menurut dia, langkah kedua ini sudah ditempuh. Inspektorat sudah memeriksa administrasi di Desa Bu Watuweti dan juga telah mengadakan konfirmasi dengan pihaknya selaku pengawas pembangunan kecamatan bersama MPD Bu Watuweti.
Baca Juga:
Kemenkeu Apresiasi Pemanfaatan Dana Desa di Sumedang
“Kesan kami, proses pemeriksaan ini terlalu lama dan agak berbelit-belit, bahkan terasa sepertinya kami diadili dengan sistem konfirmasi yang dibuat yakni memanggil kami satu per satu dan berjam-jam, padahal laporan kami kepada Bapak Bupati itu adalah hasil pantauan kami bersama sebagai tim.” Ketus Romo Zakarias.
Karena proses ini bukan berdasarkan peraturan tetapi hanya merupakan kebiasaan dari inspektorat, maka lanjut Romo menyarankan kepada inspektorat proses yang lebih sederhana dan singkat yakni;
Pertama, memperhatikan dan meneliti data-data laporan temuan yang kami ajukan, terutama catatan-catatan dalam buku APBDes dan meneliti laporan realisasi Dana Desa dari para Kades kepada Bupati setiap semester.
Kedua, berdasarkan dua laporan tersebut (laporan kami dan laporan para Kades kepada Bupati) diadakan pemeriksaan administrasi di desa terutama terhadap para Pelaksana Kegiatan Anggaran (PKA) sesuai bidang pelaksanaannya (bukan terhadap kepala desa).
Ketiga, pemeriksaan kebenaran realisasi di lapangan antara Pelaksanan Kegiatan Anggaran (PKA) dengan masyarakata desa/MPD.
Bekerja Sesuai Dengan Aturan dan Harus Terbuka
Hal lain yang disoroti Romo bersama MPD Kecamatan Tanawawo adalah terkait Dana Desa yang nilainya mencapai 12 Miliar lebih dari 8 desa yang diterima setiap tahun.
Romo mengatakan, supaya bekerja dengan baik, maka pedoman harus dipegang yaitu UU No. 6 tahun 2014 dan peraturan-peraturan terkait lainnya.
Menurut dia, hal ini sudah sejak awal diingatkan kepada camat, para kades dan juga BPD agar bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam mengelola dana desa.
Karena ada 8 desa terpencil dan bejauhan, maka ia membentuk sebuah tim yang namanya Masyarakat Pemerhati Desa (MPD) untuk membantunya, ujar Romo.
Disebutkan bahwa, anggota MPD ini tergantung sikon setempat. Ada yang berjumlah 10 dan ada juga yang dibawahnya.
“Sebetulnya saya ingin agar semakin banyak bahkan semua masyarakat bisa menyadari hak dan kewajibannya untuk mengawasi jalannya pembangunan di desa mereka masing-masing,” ungkap Romo Zakarias.
Dia menambahkan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ketika dirinya meminta APBDes untuk diawasi maka sejak saat itulah mulai terjadi polemik-polemik berkepanjangan hingga saat ini.
Inti masalahnya adalah, keterbukaan dan transparansi APBDes agar bisa diawasi. APBDes yang selama ini terkunci rapat, seolah-olah “barang sakaral” dan dokumen rahasia yang tidak bisa diakses oleh warga masyarakat, lanjut Romo kembali mengisahkan peristiwa bagaimana ia harus berjuang untuk mendapatkan APBDes dari para kepala desa.
Bahkan setelah dia dan MPD mencoba untuk mengawasi APBDes yang diberikan itu, terjadi penolakan, intimidasi, diteror, diancam dan lebih dari itu dianggap sebagai musuh, pungkas Romo.
Dikatakan bahwa, hal ini menambah beban dan kesulitan untuk melaksanakan fungsi kepengawasan.
“Beban bertambah berat karena para BPD di desa tidaklah kooperatif dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik,” kata Romo.
Lebih lanjut, pihaknya mendapat kesan bahwa BPD tidak tahu dengan baik apa yang harus dikerjakan, bahkan masyarakat yang menyebutkan bahwa BPD bukanlah Badan Permusyawaratan Desa tetapi “Badan Penganggur Desa” dan juga “Badan Perusak Desa”.
Hal-hal inilah yang membuat pembangunan di Kecamatan Tanawawo terkesan jalan ditempat dan masyarakat semakin sengsara dan menderita walaupun kucuran dana desa bernilai miliaran rupiah.
Terhadap semua yang disampaikan, Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo (Robi Idong) menegaskan untuk menindaklanjutinya setelah mendapat Laporan Hasil Pemeriksaan dari Inspektorat Sikka, karena hingga saat ini LHP tersebut belum disampaikan kepadanya.
“Saya akan menyandingkan keluhan Romo bersama MPD dengan LHP Inspektorat. Jika masih ada hal yang tidak sesuai maka saya akan bersurat kepada BPKP Provinsi NTT untuk melakukan pemeriksaan,” kata Robi Idong. [frs]