WahanaNews-NTT | Pakar otonomi daerah (otda) Djohermansyah Djohan tak sepakat dengan aturan Undang-Undang Pilkada terkait penunjukan aparatur sipil negara (ASN) sebagai penjabat (Pj.) gubernur maupun bupati/wali kota. Pj. gubernur ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), sementara Pj. bupati/wali kota dipilih Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Djohermansyah lebih setuju dengan opsi perpanjangan masa jabatan kepala daerah. Menurutnya, para kepala daerah yang menjabat saat ini merupakan pilihan rakyat.
Baca Juga:
Penjabat Gubernur Kaltim: Konversi Lahan Tambang ke Pertanian Perlu Komitmen Serius
"Berbeda sekali dengan menunjuk atau mengangkat pejabat ASN alias pegawai negeri, appointed, yang nyata-nyata bukan hasil pemilihan rakyat. Apalagi, dalam waktu yang lama berbilang tahun. Bahkan, ada yang hampir tiga tahun," kata Djohermansyah, Selasa (15/2).
Djohermansyah menyampaikan kepala daerah yang dijabat sementara oleh ASN tak punya legitimasi karena tak dipilih rakyat. Ia berkata penunjukan ASN sebagai penjabat kepala daerah juga tak sesuai konstitusi.
Ia mengingatkan Pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD 1945 menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Menurutnya, penunjukan penjabat kepala daerah oleh presiden dalam masa jabatan yang lama jelas tidak memenuhi syarat itu.
Baca Juga:
DPR Sahkan UU Baru untuk 27 Kabupaten/Kota, Tinggalkan Pengaturan UUDS 1950
"Penyelenggara pemerintahan daerah ini menurut hukum dasar wajib dipilih, elected. Haram hukumnya bila diangkat appointed [presiden], kecuali keadaan darurat, seperti kepala daerah dan wakilnya minta cuti kampanye atau di-OTT KPK. Dalam kasus itu, bisa diangkat Pj. dari ASN untuk waktu yang tidak lama," ujarnya.
Djohermansyah mengusulkan perubahan aturan transisi menuju Pilkada 2024. Ia menyampaikan perlu ada perpanjangan masa jabatan kepala daerah hingga 2024. Menurutnya, opsi ini sesuai konstitusi karena para kepala daerah punya legitimasi karena dipilih melalui pilkada.
"Atas dasar itu, memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2022 dan 2023 hingga dilantiknya kepala daerah terpilih hasil pilkada serentak nasional 2024 sangat konstitusional," ujarnya.
Undang-Undang Pilkada mengatur seluruh pemilihan kepala daerah digelar serentak pada 2024. Dengan demikian, tidak ada penyelenggaraan Pilkada pada 2022 dan 2023.
Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah, UU Pilkada memberi wewenang kepada pemerintah menunjuk penjabat kepala daerah. Pj. gubernur dipilih presiden, sedangkan Pj. bupati/wali kota dipilih menteri dalam negeri. [dny]