WahanaNews-NTT | Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, mengakui kebijakan ketetapan satu harga Rp 14.000 per kilogram untuk minyak goreng tidak efektif dan meleset dari sasaran.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan.
Baca Juga:
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kemendag: Pada 2025, Ekspor Perlu Tumbuh 7-10 Persen
"Pada kemasan sederhana alasannya disampaikan karena infrastruktur kemasan belum siap. Kalau belum siap, kita ambil langkah lagi, kita bikin satu harga. Nggak ada alasan lagi semua harus Rp 14.000/kg. Kenyataannya tidak optimal juga," jelasnya dalam diskusi publik Indef bertajuk Minyak Goreng Naik, Subsidi atau DMO-DPO, Kamis (3/2/2022).
Kemudian, ada indikasi kebocoran ekspor. Itu sebabnya Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
"Saya kuncinya ekspornya. Sampai sekarang belum ada yang keluar. Tetapi kok barangnya jarang? Ini ada perlawanan kah atau apakah?" jelasnya.
Baca Juga:
Cumi Beku dan Produk Rumput Laut Indonesia Jadi Primadona di Pameran Boga Bahari Korea Selatan
Sebagai informasi, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi telah mengeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan DPO.
Mekanisme untuk DMO ini, produsen wajib memenuhi 20% kebutuhan dalam negeri di 2022. Sementara untuk DPO, pemerintah menetapkan harga Rp 9.300/kilogram untuk CPO dan Rp 10.300/kilogram untuk olein. [dny]