WahanaNews-NTT | Pengembangan smart village atau desa cerdas diminta oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mampu membantu melestarikan lingkungan di desa tersebut.
Hal-hal itu penting dicatat karena desa cerdas memiliki enam pilar yang tidak boleh salah satunya dianaktirikan yakni:
Baca Juga:
Mengenal Keindahan Desa Wisata Wae Rebo yang Tak Jauh dari Labuan Bajo
Warga cerdas (smart people), mobilitas cerdas (smart mobility), ekonomi cerdas (Smart Economic), pemerintahan cerdas (smart government) pola hidup cerdas (smart living), dan lingkungan cerdas (smart environment).
“Benar bahwa smart village mengandalkan internet of things (IoT), dan dengan begitu perubahan terbesarnya ada pada proses digitalisasi, tetapi semua itu harus selaras dengan tradisi dan budaya desa, agar proses pembangunan desa ini adil dan bersesuaian dengan dinamika masyarakat desa,” ungkapnya Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar.
Pria yang akrab disapa Gus Halim ini menegaskan, pengembangan smart village harus sejalan dengan kearifan lokal.
Baca Juga:
Ini Harapan Besar Menteri Erick Thohir untuk Desa Wisata Indonesia
Ia tak ingin pemanfaatan teknologi di desa mematikan budaya dan tradisi baik yang sudah ada.
Penghargaan pada kearifan lokal itu sejalan dengan tujuan SDGs Desa ke-18, yakni kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.
SDGs Desa merupakan acuan bagi proses pembangunan desa berkelanjutan yang digagas Kemendes PDTT.