WahanaNews-NTT│Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dilakukan oleh salah satu pemilik PUB di Sikka sudah mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Maumere, dan saat ini telah memasuki tahap pemeriksaan saksi dan barang bukti.
Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) Maumere dan Jejaring HAM meminta kepada Hakim untuk bertindak profesional dalam menggelar sidang kasus ini dengan berinisiatif menemui Ketua Pengadilan Negeri Maumere, Selasa (01/03/2022) siang.
Baca Juga:
Polresta Barelang Tangkap Tersangka TPPO dan Gagalkan Pengiriman PMI Ilegal Melalui Pelabuhan Internasional Batam
“Soal kasus TPPO atas nama si Rino itu, yang sudah dilimpahkan prosesnya sejak Juni 2021 kemarin sampai dengan Februari ini sudah ada kejelasan. Kasus TPPO itu baru satu tersangka atas nama Rino dan dokumen yang dilimpahkan dari Kejaksaan dianggap sudah lengkap pada tanggal 04 Februari 2022 ke Pengadilan,” ungkap Siflan Angi, Ketua Forum PETASAN Kabupaten Sikka kepada WahanaNews, di Shelter TRUK Maumere.
Untuk itu Siflan Angi menjelaskan, inisiatif dari jejaring HAM yang tergabung dalam TRUK Maumere untuk berkonsultasi kepada pihak Pengadilan Maumere dengan menemui Ketua Pengadilan Negeri adalah untuk menyampaikan apresiasi kepada pihak Polda dan juga Kejaksaan sehingga dokumen ini lengkap dan sudah dilimpahkan ke Pengadilan.
Selain itu juga mau menyampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri Maumere bahwa, terhadap kasus ini pihaknya tidak diam namun tetap dan terus mengawal proses persidangan. Menurut Siflan Angi, kasus ini sudah teregister di Pengadilan Negeri Maumere dengan nomor 7, dan hari ini (01/03) sidang untuk saksi-saksi dan barang bukti, jelas dia mengutip pernyataan salah satu staf Pengadilan Negeri Maumere yang ditemui.
Baca Juga:
Resmob Polda Sulut Tangkap Tiga Terduga Pelaku Perdagangan Orang di Manado
Lebih lanjut Siflan mengatakan bahwa dirinya selaku Ketua Forum PETASAN mau menyampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri Maumere bersama jajarannya yang menangani kasus ini, khususnya para hakim agar benar-benar sesuai tuntutan dalam dokumen yang dilimpahkan oleh pihak Kejaksaan.
Dan dia berharap pihak Pengadilan Negeri Maumere harus bekerja secara profesional sampai dengan putusan Pengadilan.
Lebih lanjut ia menegaskan, tentunya karena Forum Petasan Kabupaten Sikka sudah mengikuti dan mengawal kasus ini dari awal, berharap agar pelaku bisa dihukum seberat-beratnya sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang ada yaitu UU TPPO, apalagi ini berhubungan dengan TPPO (perdagangan orang dan anak dibawah umur).
Siflan Angi menjelaskan bahwa sidang ini digelar secara tertutup sehingga pihaknya tidak mengikuti persis proses persidangan, sehingga ia mengingatkan jangan sampai ada celah bagi hakim untuk tidak bertindak secara profesional dalam proses sampai pada putusannya nanti.
Dan dengan tegas dia juga mengatakan bahwa pihaknya yang tergabung dalam jejaring HAM ini masih terus berjuang terhadap 2 tersangka lainnya untuk bisa segera diproses.
“Harapan saya dari dari Forum Petasan supaya pihak Pengadilan memutus sesuai tuntutan Jaksa, sesuai UU Perdagangan Orang, sehingga ada efek jera buat 2 orang yang masih dalam proses, yang kami masi bekerja keras untuk proses 2 orang yang sisa itu. Sehingga kedepan, pengusaha-pengusaha PUB di Kabupaten Sikka ini jangan sewenang-wenang untuk melakukan perdagangan orang, jangan sewenang-wenang untuk eksploitasi perempuan dan anak,” pungkas Siflan Angi.
Pater Vande Raring SVD salah satu anggota Jejaring HAM Sikka mengatakan, proses hukum 17 anak itu menjadi hak absolut Pengadilan. Ia mengakui bahwa kunjungan ke Pengadilan Negeri itu bukan untuk mengintervensi hakim, tetapi untuk memperjuangkan hak anak agar penerapan Undang-Undang sesuai dengan hukum.
“Tidak bermaksud untuk mengintervensi Hakim, tetapi kita melakukan dukungan agar Hakim menggunakan hati nurani untuk menegakkan hukum sesuai dengan problem yang dihadapi oleh anak,” ungkap Pater Vande.
Sementara itu, Sekretaris TRUK Maumere, Hendrika Hungan terlebih dahulu menyampaikan profisiat karena kasus ini bisa naik sampai ke Pengadilan untuk disidangkan.
Sidangnya ini tertutup karena korbannya itu anak dan kasusnya ada nuansa kekerasan seksual.
Justru karena sidangya tertutup, Heni mengharapkan agar hakim dengan teliti dan cermat melihat konteks persoalan ini secara menyeluruh. Karena ketika hanya dengan membaca BAP maka menurutnya itu sangat dangkal.
Sehingga ketelitian dan kecermatan menggunakan hati nurani untuk melihat perspektif korban yang harus dibangun itu sangat penting, lanjut Heni, dan pihaknya akan tetap mengawal dengan tidak mengintervensi sampai pada putusan inkrah.
Untuk itu ia juga meminta dukungan dari mitra-mitra kerja ditingkat nasional yakni, Komnas Perempuan, LBH APIK dan Jaringan Nasional Anti Kekerasan TPPO, sehingga keputusan yang dihasilkan berpihak kepada korban.
Menurut Heni, Restitusi dan Rehabilitasi itu penting untuk menjadi salah satu yang akan masuk dalam putusan di Pengadilan nanti, tandasnya. [dny]