NTT.WahanaNews.co| Sejumlah Oknum polisi Polres Sikka diduga telah melakukan pemerasan kepada para pengusaha miras tradisional (moke) asal Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada yang mengirim moke dari Aimere ke Maumere, Kabupaten Sikka.
Mirisnya, sejumlah oknum Polisi ini bahkan berdalih akan diproses hukum jika tidak memberikan sejumlah uang sesuai jumlah yang diinginkan.
Baca Juga:
Kuasa Hukum PT KRISRAMA: Penahanan 8 Tersangka Pengrusakan Plang Tidak Dapat Diintervensi oleh Pejabat Manapun
Bonifasius Wea, salah satu sopir yang mengangkut miras tradisional tersebut ketika dikonfirmasi Wartawan melalui telepon mengaku bahwa dirinya dimintai sejumlah uang oleh para oknum polisi tersebut.
Menurut Bonifasius, dia membawa moke dari Aimere ke Maumere sebanyak 33 jerigen berukuran jumbo pada Selasa (23/4/2024) dengan nilai sekitar Rp 33 juta. Namun saat di perjalanan tepatnya di kampung Hepang, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, dirinya sudah dibuntuti dan diikuti terus oleh tiga oknum polisi berpakaian preman.
Namun, sesampainya di Pertokoan Nita, mobil Zusuki APV yang dikendarai Bonifasius diberhentikan oleh oknum polisi itu.
Baca Juga:
Dugaan Penjualan Solar Subsidi dengan Jumlah Besar di SPBU Sergai: Truk Diduga Milik Oknum Polisi
"Sampai di Pertokoan Nita mereka berhentikan mobil saya. Tanya mau kirim moke kemana? Saya sampaikan mau kirim ke Maumere. Terus mereka bilang ke saya, ini ada operasi minuman keras dari Polres Sikka. Saya sampaikan, ok saya hubungi tuan moke disana (Aimere), karena saya hanya jasa pengiriman saja, saya bukan pemilik moke. Terus saya telfon, mereka bilang disini rame kita jalan dulu kesana" ungkap Bonifasius Wea, Senin (29/4/2024).
Oknum polisi ini kemudian menggiring Bonifasius menuju Kota Maumere tepatnya di seputaran Jalan Lingkar Luar Maumere. Di tempat inilah, kedua oknum polisi melakukan negosiasi melalui telepon dengan pemilik moke di Aimere dan dan meminta uang sebesar Rp 15 juta.
Uang itu lanjut Bonifasius, sebagai bayaran agar semua moke tidak dibawa ke kantor polisi dan tidak diproses hukum. Dari tiga pemilik moke, dua pemilik moke menyanggupi untuk membayar, sementara satu pemilik lagi nomor HP-nya tidak aktif.
Lebih lanjut sebut Bonifasius, setelah menyanggupi, pada awalnya pemilik moke mengirim Rp 10 juta. Namun disampaikan kalau Rp 10 juta itu kurang dan moke mereka akan bawa ke kantor (Polres Sikka-Red), sehingga harus ditransfer lagi Rp 5 juta dari para pemilik moke melalui rekening Bonifasius untuk diserahkan ke oknum polisi.
Bonifasius mengaku bahwa saat ia dan oknum polisi itu tiba di Lingkar Luar, ada juga Kasat. "Saat di Lingkar Luar itu Pa Kasat nya juga ada. Saya pun tidak kenal tapi mereka bilang itu ada pa kasat datang," tutur Bonifasius.
Setelah mendapat transferan pertama dari pemilik moke kata Bonifasius, salah satu oknum polisi lalu berboncengan dengan dia menuju ATM di Hotel Sylvia Maumere dan menarik uang sebesar Rp 10 juta.
"Kami hanya bisa tarik tunai Rp 10 juta karena batas penarikannya begitu. Terus Rp 5 jutanya saya transfer ke rekening yang polisi berikan atas nama Mahatrisna Oktoviani," ungkap Bonifasius.
Lanjut Bonifasius, meski sejumlah uang yang diminta sudah diserahkan, Oknum polisi itu masih menahan 5 jerigen moke dengan alasan pemilik moke lainnya belum menyetor. Bonifasius pun pulang dengan membawa 28 jerigen moke. Sementara 5 jerigen moke dibawa oleh oknum polisi menggunakan mobil pick-up berwarna biru.
Bonifasius juga mengungkapkan bahwa, bukan hanya dirinya yang diamankan saat membawa moke tersebut. Pada tanggal 24 April 2024 lanjut dia, seorang teman sopirnya yang juga membawa moke dari Aimere ke Maumere turut diamankan.
Kepada teman sopirnya itu pun juga tutur Bonifasius dimintai uang Rp sebesar Rp 10 juta oleh salah seorang oknum polisi Polres Sikka, usai melakukan negosiasi terlebih dahulu. [frs]