WahanaNews-Labuanbajo | Wisatawan lokal bernama Yoseph Febio Makasau (29) terbawa arus sungai dan tenggelam di destinasi wisata air terjun Cunca Wulang pada 13 April 2022 lalu.
Setelah 3 hari pencarian, korban ditemukan meninggal dunia pada 15 April 2022.
Baca Juga:
Kementan Dorong Optimasi Ratusan Hektar Lahan Baru di Sumsel
Tidak hanya Yoseph Febio Makasau, air terjun yang terletak di Desa Cunca Wulang, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) itu selama 7 tahun terakhir memakan sejumlah korban jiwa baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.
Data yang dihimpun wartawan, korban pertama merupakan wisatawan lokal yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) KMP Cakalang II rute penyeberangan Labuan-Bajo-Bima.
Ia terjatuh dan hilang di kolam air terjun Cunca Wulang pada Minggu, 27 Desember 2015. Tim SAR dibantu warga setempat menemukan korban dalam kondisi tidak bernyawa.
Baca Juga:
Olokan ke Tukang Es Teh Viral, Presiden Prabowo Tegur Gus Miftah
Korban kedua, merupakan wisatawan mancanegara dan seorang warga local guide. Sebanyak dua orang wisatawan dari Malaysia dan seorang pemandu lokal tenggelam bersamaan.
Kedua korban asal negari Jiran bernama Mohamad Azfar bin Tahir (24) dan Mohamad ezzaq Azraf bin Azumi (24), sedangkan satu korban lainnya adalah pemandu lokal, bernama Wenseslaus Hendro Akung (39 tahun), warga Kampung Wersawe.
Kejadian tersebut terjadi pada Sabtu, 16 April 2016 lalu, dan ketiga korban ditemukan dalam kondisi tak bernyawa pada keesokannya pada Minggu 17 April 2016.
Terbaru, korban ketiga pada Rabu 13 April 2022, korban bernama, Yoseph Febio Makasau (29). Jasad korban ditemukan tidak bernyawa 3 hari setelah kejadian pada Jumat 15 April 2022.
Koordinator POS SAR MANGGARAI, Edi Suryono membenarkan kejadian tersebut.
Pihaknya pun mengakui ada peristiwa tenggelamnya wisatawan, namun tidak mendapatkan laporan.
Sebelumnya, Tim SAR Gabungan mengalami kendala saat pencarian korban tenggelam di Air Terjun Cunca Wulang pada 13-15 April 2022 lalu.
Koordinator Pos SAR Manggarai, Edi Suryono mengatakan, medan di air terjun yang terjal dan arus air yang kencang menjadi kendala dalam proses pencarian korban.
"Medan yang sangat berat sebelum turun ke lokasi kita harus turun dengan teknik repling dan infomasi dari teman-teman penyelam (anggota Persatuan Penyelam Profesional Komodo), bahwa arus sangat kencang," katanya.
Berdasarkan informasi dari masyarakat, lanjut Edi, pada bagian atas sebelum air terjun memang dilarang untuk aktivitas berenang.
Namun, korban sebelum kejadian tidak melapor ke petugas pos dan memilih berenang di lokasi tersebut.
"Informasi dari masyarakat sekitar Cunca Wulang bahwa di tepat kejadian itu memang sudah dilarang untuk bermain karena tidak safety. Kalau semua pengunjung mematuhi aturan yang berlaku dan lapor diri ke petugas kemungkinan besar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan. Kami mengimbau siapapun pengunjung diharapkan memakai life jaket untuk menjaga bila terjadi apa-apa," katanya.
Edi juga membenarkan selama 10 tahun terakhir, sejumlah wisatawan baik lokal dan mancanegara meninggal di lokasi tersebut.
"Kejadian terakhir 2016 lalu," katanya.
Terpisah, dua penyelam anggota Persatuan Penyelam Profesional Komodo (P3KOM) yang menemukan korban, Mateus Fandi Laswendo (27) dan Engel Tani (29) mengakui medan di air terjun yang terjal dan arus air yang kencang menjadi kendala dalam proses pencarian korban.
Keduanya menemukan jenazah korban yang terpelungkup di sudut gua.
Setelah 20 meter turun ke lokasi menggunakan tali, mereka menyelam hingga kedalaman 7.5 meter. Di kedalaman itu mereka menemukan sebuah gua bawah air terjun.
Debit air yang besar dan air sungai yang keruh sangat menyulitkan pencarian, sebab visibility (jarak pandang) penyelam hanya 1-2 meter.
Untuk membantu para penyelam, warga mengurangi debit air dengan menutup dan mengalihkan aliran air dari atas air terjun, strategi ini cukup ampuh dalam proses pencarian.
"Kebetulan tadi debit air masih besar, maksudnya di air terjun masih besar sekali, dan mereka (penyelam) tidak bisa masuk ke dalam gua atau overhang, ada gua di kedalam 7.5 meter, masuk sekitar 4 sampai 5 meter. Saya dan teman (Mateus Fandi Laswendo) coba masuk dalam gua itu, sekitar 5 menit penyelaman kami sudah temukan korban di dalam sudah tidak bernyawa," kata Engel Tani diamini Mateus Fandi Laswendo saat ditemui di rumah duka di Golokoe Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo.
Engel Tani menjelaskan, ia dan rekannya berjibaku melawan pusaran air di bawah sungai, jarak pandang yang kurang mengharuskan penggunaan senter khusus penyelam.
Engel dan Mateus Fandi Laswendo dengan alat bantu seadanya merangkak masuk dalam overhang, setelah melakukan penyisiran sekitar 15 meter, akhirnya mereka menemukan korban.
Jenazah korban langsung dievakuasi menggunakan tali hingga permukaan sungai, dan selanjutnya tim SAR Gabungan membawa jenazah menggunakan ambulans ke rumah korban.
"Kami ikat tubuh korban. Kami keluarkan korban lalu tim kami panggil rekan dari tim SAR," kata Mateus Fandi Laswendo. [rda]