WahanaNews-Labuanbajo | Para pedagang di Pasar Baru Kota Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluhkan sepinya pembeli yang membeli dagangan mereka.
Lisa Lis, salah satu pedagang Pasar Baru Kota Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat mengaku kondisi tersebut telah berlangsung lama bahkan terjadi sebelum adanya kenaikan harga BBM.
Baca Juga:
Pasar Senen Blok VI Dibangun, Perumda Pasar Jaya Minta Pedagang Setor Bukti Keseriusan
Meskipun harga barang kebutuhan pokok tidak mengalami kenaikan, kondisi pasar tersebut masih saja sepi pembeli.
"Sudah lama sekali disini sepi sekali, biar harga BBM naik tapi sejauh ini harga masih normal tetapi tetap saja pasar ini selalu sepi pembeli, " ungkap lisa saat ditemui, Rabu 7 September 2022.
Ia menuturkan, hal tersebut diduga terjadi karena sebagian besar pembeli memilih untuk membeli barang kebutuhan pokok di pasar Wae Kesambi, pasar lainnya di Kota Labuan Bajo dan dijadikan sebagai Pasar Tumpah.
Baca Juga:
Pembangunan Pasar Senen Blok VI Mangkrak, Lahan Beralih Fungsi Jadi Hutan Rimba
"Disanakan pasar tumpah jadi kebanyakan orang semua lari beli disana, kami disini sepi sekali," kata dia.
Saking sepinya, sambungnya, kebanyakan pedagang harus merugi akibat barang dagangan yang rusak karena tidak laku.
"Kalau dua tiga hari tidak laku pasti sayurnya rusak jadi kadang kami kasih makan ternak (babi), mau bagaimana lagi, " ucapnya.
Lisa mengaku, sebelumnya ia merupakan pedagang di Pasar Wae Kesambi sejak tahun 2007.
Namun pada tahun 2020 barang dagangannya dibongkar oleh Satpol PP yang melarang untuk berjualan disana. Hal tersebut dilakukan dengan dalil akan memindahkan Pasar Tumpah ke Pasar Baru.
"Kami dipindahkan kesini, mereka bilang nanti Pasar Tumpah pindah kesini, tetapi itu hanya berjalan satu minggu, setelah itu sampai sekarang tidak ada, " jelas Lisa.
Senada dengan Lisa, Romana, pedagang lainnya di Pasar Baru mengeluhkan hal yang sama. Selain sepi pembeli para pedagang juga dibebankan dengan iuran yang harus disetor setiap hari.
Iuran yang disetor pedagang bervariasi, tergantung pada ukuran lapak milik masing-masing pedagang. Mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu, selain iuran para pedagang juga dibebankan dengan uang iuran sampah sebesar Rp 2.000.
Hal tersebut membuat penghasilan para pedagang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja. Karenanya, Romana berharap pemerintah dapat mencari solusi terbaik
"Kami berharap pemerintah bisa mencari solusi terbaik untuk membantu kami pedagang kecil disini, " pintanya. [jat]