WahanaNews-Labuanbajo | UNESCO bersama Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), akhirnya mengunjungi Taman Nasional Komodo setelah diprotes para warga.
Selain melihat kondisi wilayah konservasi itu, mereka juga menemui beberapa pihak yang selama ini memprotes proyek pembangunan wisata di wilayah konservasi itu.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Para pegiat mengharapkan kunjungan UNESCO itu dapat berdampak kepada penyelamatan habitat komodo dari ancaman proyek pembangunan itu.
Dihubungi Minggu (06/03), Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Itje Chodidjah mengonfirmasi kedatangan UNESCO ke Labuan Bajo pada pekan lalu.
Itje mengatakan kedatangan UNESCO dan IUCN, yang diwakili oleh asesor dari Swiss dan Malaysia, sudah direncanakan sejak tahun lalu.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
“Kalau ditanya pemantiknya, pasti zaman sekarang namanya berita kan bisa dari macam-macam,”
"Ada berita-berita yang membuat UNESCO perlu memastikan bahwa apa yang dilaporkan oleh Indonesia bahwa kita tidak mengganggu wilayah yang menjadi warisan dunia, itu terkonfirmasi. Oleh apa pun, bukan hanya pengembangan pariwisata," kata Itje kepada wartawan, Minggu (06/03).
Lembaga advokasi berbasis penelitian Sunspirit for Justice and Peace mengatakan pihaknya merupakan salah satu organisasi yang diundang untuk memaparkan kondisi Taman Nasional Komodo.
"September 2020 yang lalu kan kita pernah mengirim surat ke sana, kemarin kita coba mempertegas kembali di depan mereka," kata peneliti Sunspirit for Justice and Peace, Venan Haryanto.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagai pihak yang bertanggung jawab pada konservasi di Indonesia, tidak merespons permintaan wawancara kami sampai berita ini diturunkan.
UNESCO turun ke lapangan
Pada Juli tahun lalu, Komite Warisan Dunia UNESCO meminta pemerintah Indonesia menghentikan sementara semua proyek infrastruktur di dalam dan sekitar Taman Nasional Komodo.
Alasannya, proyek itu berpotensi berdampak pada nilai universal luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV), salah satu kriteria penilaian UNESCO untuk penetapan warisan dunia.
Tak hanya itu, UNESCO kemudian meminta Indonesia menyerahkan revisi amdal proyek itu yang selanjutnya akan ditinjau kembali oleh IUCN.
Pemerintah Indonesia diminta memberikan informasi rinci dari rencana induk pariwisata terpadu yang menunjukkan bagaimana properti OUV akan dilindungi.
Jakarta juga diminta menunjukkan bagaimana rencana mewujudkan pariwisata massal itu dapat memastikan perlindungan OUV.
Setelah surat peringatan dari UNESCO itu diterbitkan, Itje mengatakan sudah banyak dialog yang terjadi antara UNESCO dan pemerintah Indonesia.
"Sudah banyak dialognya. [Hasilnya] Indonesia meminta mereka, mengundang mereka untuk hadir, untuk menyaksikan" kata Itje.
Dari kacamatanya, Itje menilai proyek pembangunan wisata di kawasan Taman Nasional Komodo sudah "aman".
"Yang membuat mereka mengiyakan ketika kami undang karena ada berita-berita dari media juga yang tidak semuanya mewakili secara keseluruhan apa yang terjadi di Pulau Komodo," ujar Itje.
Mengapa pemerintah dianggap tidak pernah memahami ancaman bagi habitat komodo?
Venan Haryanto, peneliti dari Sunspirit for Justice and Peace yang bertemu dengan asesor dari UNESCO dan IUCN pada Sabtu (5/3), mengatakan pertemuan tersebut sebagai respons dari isu-isu terkini di Taman Nasional Komodo yang pernah disuarakan warga dan beberapa organisasi peduli lingkungan melalui surat-surat kepada UNESCO.
Di depan UNESCO dan IUCN, Venan yang juga mengaku membawa suara masyarakat, mengatakan penolakannya terhadap proyek pembangunan pariwisata di Kawasan Taman Nasional Komodo.
"Ini bicara soal satu-satunya natural habitat satwa komodo yang tersisa di dunia karena itu kehadiran perusahaan yang membangun infrastruktur yang besar dan luas, ini berbahaya," kata Venan.
"Walaupun mereka bilang bahwa kami membangun di atas zona pemanfaatan. Tidak bisa pakai argumentasi itu."
Venan menilai pemerintah "tidak pernah paham" bahwa investasi pariwisata di Labuan Bajo dan sekitarnya bisa tumbuh dan berkembang berkat Taman Nasional Komodo.
Untuk itu, pihaknya menilai kealamiahan kawasan tersebut harus tetap dijaga.
"Bagaimana ceritanya kalau kita ke dalam, kalau wisatawan ke dalam masuk ke sana sudah ada gedung-gedung yang banyak. Tolong jangan rusak kealamiahan dengan membangun itu," ujar Venan.
Sejauh ini, ada tiga perusahaan yang mengantongi izin konsesi di Taman Nasional Komodo yang bakal mendirikan usaha dan menyediakan jasa di kawasan seluas belasan hingga ratusan hektare di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, dan Pulau Tatawa.
Dua di antaranya masuk dalam daftar perusahaan konsesi kehutanan untuk dievaluasi. Namun, hasil evaluasi itu belum diketahui.
Ruang hidup warga semakin sempit
Selain soal lingkungan hidup, hal lainnya yang dikawatirkan akan terganggu jika perusahaan-perusahaan besar itu memulai usahanya adalah kondisi ekonomi warga akan semakin terdesak.
"Ruang hidup warga semakin sempit, semakin setengah mati mereka hidup, tiba-tiba perusahaan dibawa masuk. Kan sangat tidak adil.
"Sebelum Taman Nasional Komodo terbentuk kan mereka sudah lama tinggal di pulau itu," kata Venan.
Di satu sisi kedatangan UNESCO dan IUCN ini membuat Venan dan pihaknya berharap banyak oleh badan dunia yang mengurus status warisan dunia itu.
Dia menunggu cara UNESCO menyelesaikan protes yang sudah disuarakan warga dan para pegiat lingkungan dalam beberapa tahun terakhir.
"Jadi seperti apa caranya dia untuk mengingatkan pemerintah Indonesia. Kalau bisa harus tegas." Kata Venan berharap.
Namun di sisi lain, Venan juga diliputi kecemasan. Pasalnya, respons UNESCO terhadap laporan dari warga sejak 2020 lalu, terkait pembangunan di Pulau Rinca dan konsesi perusahaan swasta, dinilai sangat terlambat.
"Respons dia tahun 2021. Secara timing datang terlambat responsnya, pembangunan di Rinca sudah hampir selesai, lalu kemudian juga tidak semua poin-poin kita direspons secara jelas.
"Misalnya konsesi perusahaan swasta itu tidak secara eksplisit memberikan kepada kita soal standing position-nya dia terhadap perusahaan-perusahaan swasta," ujar Venan.
Kelangsungan proyek
Belum ada pihak dari pemerintah yang menjawab permintaan wawancara BBC News Indonesia terkait kelanjutan proyek pembangunan wisata di kawasan Taman Nasional Komodo.
Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores Shana Fatina hanya mengonfirmasi pertemuan dengan UNESCO dan IUCN yang berlangsung sejak 3 Maret.
Tapi tahun lalu Shana mengatakan pembangunan di Taman Nasional Komodo sudah memenuhi persyaratan yang ada dalam Environment Impact Assesment (EIA) dan pembangunan sudah sesuai aturan.
Venan mengatakan pembangunan oleh perusahaan-perusahaan besar belum dimulai karena, dia mengklaim, perlawanan warga cukup kuat untuk mengulur proyek itu.
Bagaimanapun, pembangunan di Pulau Rinca, yang sempat menjadi perdebatan tahun lalu, telah selesai. [rda]