WahanaNews-Labuanbajo | Akses jalan menuju lahan otorita Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF) kembali dihadang puluhan warga yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat Racang Buka (KMRB), Senin 25 April 2022.
Aksi warga dilakukan saat satu unit eskavator sekitar pukul 10.00 Wita membersihkan lahan.
Baca Juga:
Sambut Masa Tenang Pilkada Jakarta, KPU Jakbar Gelar Panggung Hiburan Rakyat
Beberapa warga sempat menaiki eskavator dan warga lainnya meminta operator mematikan mesin.
Puluhan personel TNI-Polri dikerahkan untuk mengamankan aksi tersebut.
Selain itu, warga juga membawa baliho bertuliskan 'Kami Masyarakat KMRB Waemata Desa Gorontalo Menolak Keras Kehadiran BPOLBF. BPOLBF Hadir di Lahan dan Pemukiman Kami Pertahankan Sampai Titik Darah Penghabisan'.
Baca Juga:
Sekjen GEKIRA Partai Gerindra: Pemilukada Damai Bukti Rakyat Cerdas
Selain itu, terdapat sejumlah karton yang bertuliskan 'Bunuh dan Tembak Saja Warga Bowosie Pak Jokowi', 'Silahkan Penjara Kami, Kami korban BPO-LBF, 'Ke mana Anak Cucu Kami Akan Tinggal Kalo BPO-LBF Ambil Lahan Kami', Tidak Ada Keadilan, Maka Kami Pilih Ditembak Mati Polisi', ' BPOLBF Mencuri Kebun Kami', Silahkan Penjara Kami, Karena Kami Korban Nafsu BPO-LBF', BPOLBF Aktor Utama Miskinkan Masyarakat Manggarai Barat', Polres Mabar, Kontraktor Kapitalis BPOLBF' dan Shana Fatina Dirut BPOLBF Merusak Ketentraman Manggarai Barat'.
Situasi semakin memanas saat warga tidak ingin meninggalkan lokasi dan menginginkan pembukaan akses, yang nantinya akan mempermudah akses pengembangan kawasan pariwisata terpadu hutan Bowosie Labuan Bajo.
"Kami adalah warga petani, kami merupakan pemilik lahan. Kami datang secara spontan, ketika lahan kami dilakukan aktivitas. Ini bukan demonstrasi, ini merupakan aksi mempertahankan hak kami," kata juru bicara KMRB, Stephanus Herson.
Pihak keamanan melalui Kasat Intelkam Polres Mabar, Iptu Markus Frederiko Sega Wangge meminta agar sebanyak 10 warga sebagai perwakilan untuk bertemu dengan Kapolres Mabar, AKBP Felli Hermanto.
Pertemuan itu dilakukan untuk memediasi persoalan tersebut dengan Pemerintah Kabupaten Mabar. Walaupun jalannya diskusi cukup alot, akhirnya warga melalui perwakilan bersedia melakukan pertemuan di Mapolres Mabar.
Juru bicara KMRB, Stephanus Herson mengatakan, aksi itu dilakukan karena sebagian warga yang tergabung dalam KMRB mengklaim memiliki lahan yang menjadi akses masuk ke kawasan pariwisata terpadu hutan Bowosie Labuan Bajo.
Pembukaan akses jalan itu, lanjut dia, merusak tanaman dan kebun warga.
"Kami tidak senang, karena tidak ada komunikasi dari pemerintah atau BPOLBF," katanya saat ditemui di Mapolres Mabar.
Sebelumnya, menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Shana Fatina menjelaskan pihaknya melihat dan merespon beberapa masyarakat yang masih melakukan penolakan, namun pada prinsipnya BPOLBF sudah berjalan bersama Pemkab Mabar.
Pihaknya pun telah melakukan berbagai proses dari mulai mengkomunikasikan dan mengkonfirmasi terkait sejarah tanah, status tanah dan kepemilikan lahan tersebut.
"Kemudian terakhir pak bupati (Edistasius Endi) mengirimkan surat resmi kepada kementerian LHK untuk menanyakan status pengajuan IP4T yang diajukan oleh masyarakat yang memang jawabannya pun juga sudah disampaikan dan sudah difotokopi dan diberikan kepada seluruh masyarakat yang hadir saat itu dan memang proses IP4T tidak berlanjut, jadi pada prinsipnya kawasan tersebut masuk kedalam APL milik Pemkab Mabar, meskipun Pemkab masih harus melanjutkan dengan proses tata batas dalam konteks 34 Hektar," katanya.
Lebih lanjut, karena belum selesai, Pemkab telah menanyakan kepada Gubernur NTT terkait siapa yang melakukan penataan dan telah didelegasikan ke Pemda Mabar untuk menata kawasan seluas 38 hektar.
"Dengan kata lain prinsipnya kami juga tidak akan berani mengambil langkah-langkah apabila hal tersebut belum jelas, tapi karena sudah jelas duduk persoalannya dan sudah jelas kepemilikan lahannya dan kemudian nanti untuk persoalan di lapangan kita coba selesaikan dan kita akan coba temukan musyawarah mufakat sehingga semua pihak terfasilitasi dan semua bisa menyelesaikan semua ini dengan baik dan tuntas," jelasnya.
Shana juga menjelaskan, akses jalan yang dibuka meri langkah dalam membangun lahan otorita yang diberikan kepada BPOLBF untuk dikembangkan menjadi kawasan pariwisata terpadu.
Lokasi itu berada pada hutan Nggorang Bowosie, akan dijadikan kawasan dengan design untuk memberikan manfaat lebih banyak lagi untuk masyarakat di Manggarai Barat, termasuk masyarakat NTT secara keseluruhan, agar bisa ikut berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata berkualitas di Labuan Bajo.
"Dalam hal ini tentunya manfaatnya secara langsung adalah penciptaan lapangan pekerjaan tidak hanya dalam kawasan, tapi dalam konteks juga rantai pasok jadi bagaimana produk yang ada dan dihasilkan di sekitar kawasan otorita maupun dari kabupaten lain bisa dimanfaatkan dan mengisi dan juga menghadirkan pariwisata bagi wisatawan dalam kawasan ini," ujarnya.
Hal penting lainnya, lanjut Shana, di dalam kawasan ini banyak ruang publik yang akan menjadi akses buat masyarakat untuk sekedar mencari angin segar, beraktivitas dan berolahraga, sehingga kualitas hidup masyarakat yang ada di Labuan bertambah.
"Meskipun berkembang dengan datangnya wisatawan tidak berkurang bahkan bertambah dan itu yang kita inginkan kedepan. Selain itu akan mensupport bagaimana pengembangan riset maupun pengembangan kawasan cagar biosfer komodo, yang akan kita pusatkan di salah satu pusat penelitian di kawasan otorita juga yang akan menjadi dasar bagi kita semua untuk bisa mengidentifikasi, mengarsipkan keanekaragaman hayati dimiliki di wilayah Kabupaten Manggarai barat itu adalah aset yang sangat berharga yang bisa dikembangkan kedepannya untuk kemaslahatan masyarakat manggarai barat dan juga NTT pada umumnya," tambahnya.
Shana menjelaskan, lahan otorita ini akan dimanfaatkan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Jadi bagaimana dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi ini dari kemudian LHK kita lakukan langkah langkahnya secara terstruktur dengan semua dokumen dokumennya termasuk proses pelibatan konsultasi publiknya, penyusunan Amdal dan segala macamnya semua masterplannya, Termasuk juga perijinan daerah, provinsi maupun pusat dan ini adalah tahapan yang dibutuhkan untuk sampai di tahap kita bisa melakukan pengolahan dan tentunya ini semua mempertimbangkan bagaimana daya dukung dan daya tampung termasuk fungsi dari kawasan itu sendiri yang sudah diintegrasikan tidak hanya sebagai satu wilayah tapi bagaimana terintegrasi dengan kawasan lainnya," katanya.
Pihaknya juga telah melakukan analisis masalah daya tangkapan air, pemanfaatan air, bagaimana tutupan lahannya, dan bagaimana semua keanekaragaman yang ada, jasa ekosistem atau lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan tersebut tidak mengganggu apa yang ada di Labuan Bajo.
Sehingga, nantinya pemanfaatan lahan bukannya membuat semakin rusak lingkungannya, tetapi justru mengembalikan dan memulihkan kembali sehingga lingkungan ini bisa lebih baik lagi kedepannya
"Dan juga kami melihat ada kebutuhan di Labuan Bajo dan Manggarai Barat khususnya untuk lapangan pekerjaan kita tau bahwa angka tingkat pengangguran terbuka itu mencapai 6.000-7.000an orang. Harapannya dengan adanya lahan otorita ini dibuka kita bisa menciptakan lapangan pekerjaan minimal 10.000 lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat dan ini menjadi tidak sekedar hanya perkerjaan bahkan kita mendorong terciptanya pengusaha pengusaha baru yang tentunya ini sangat dibutuhkan untuk mengisi ekosistem pariwisata dan ekonomi kreatif di Labuan Bajo," katanya.
Sebelumnya, Sejumlah warga yang tergabung dalam Komunitas Rancang Buka menghadang pembukaan akses jalan ke lahan otorita, Kamis 21 April 2022.
Pembukaan akses jalan tepatnya di Tuke Tai Kaba, sisi selatan Hutan Bowosie Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).
Akses jalan itu nantinya untuk mempermudah akses pengembangan kawasan pariwisata terpadu hutan Bowosie Labuan Bajo.
Kegiatan itu dijaga ketat aparat gabungan TNI-Polri sejak pukul 09.00 Wita.
Awalnya, pembukaan akses jalan sejauh 1.5 km oleh pihak kontraktor menggunakan satu unit eskavator berjalan aman.
Namun, saat memasuki 300 meter pembukaan akses jalan terdapat sejumlah warga yang menunggu untuk menghadang jalannya pembukaan akses jalan.
Mereka duduk bersila dan memasang baliho bertuliskan "KAMI MENOLAK DENGAN KEGIATAN BPO, LBF MEMASANG PILAR ATAU PATOK DILOKASI KEBUN KAMI" KAMI PERTAHANKAN SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN (KMRB)".
Saat eskavator mendekati pukul 13.12 Wita, warga mulai berdiri dan menunjuk operator eskavator untuk menghentikan aktivitas.
Aparat keamanan yang bersiaga langsung merespon cepat menenangkan warga.
Terdapat satu warga, Paulinus Ceak (43) yang berteriak menghadang, ia menolak pohon jati dirobohkan eskavator. Ia mengklaim lahan tersebut adalah lahan miliknya yang telah dimanfaatkan sejak tahun 1999.
Aksinya terhenti saat 4 personil mengamankan dan membawa Paulinus Ceak ke area belakang eskavator.
"Ini lahan saya," teriak Paulinus.
"Saya tidak berbicara lokasi, sebelum saya datang saya memahami lahan ini milik KLHK," kata Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Mabar, AKP Roberth M. Bolle menjawab protes warga.
Kepada awak media, Kabag Ops Polres Mabar, AKP Roberth M. Bolle mengatakan pihaknya hanya melakukan pengamanan atas dasar permintaan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF).
Selanjutnya, pihak kepolisian telah melakukan tindakan persuasif dan komunikasi yang dialogis, namun warga tetap ngotot untuk menghadang.
"Kami semata melakukan pengamanan," katanya.
Kabag Ops Polres Mabar, AKP Roberth M. Bolle menegaskan, pihak keamanan tidak melakukan penahanan, namun membawa warga tersebut agar tidak mengganggu aktivitas eskavator.
"Tadi ada teman (warga) yang mau serahkan nyawanya dengan menghadang di depan eskavator, itu membahayakan, sehingga kami amankan dan dengan pindahkan, karena mengancam keselamatan," katanya.
Sementara itu, Paulinus Ceak mengaku menghadang aktivitas tersebut karena mengklaim lahan yang dilewati merupakan miliknya.
Pihaknya pun menyayangkan pemerintah yang tidak melakukan sosialisasi terkait pembukaan akses jalan.
"Tidak ada dari pemerintah daerah lakukan sosialisasi kalau akan buka jalan.
Sementara kami tadi minta hentikan sementara karena kami tidak tahu di mana dan ke mana.
Jangan sampai masuk di lahan yang merupakan milik kami.
Tujuan kami agar pihak kepolisian minta kami diskusikan.
Saya hadang sehingga ada respon dari kepolisian.
Karena tidak ada sosialisasi ada pembukaan pemda.
Diketahui, sejumlah Racang Buka yang masuk wilayah Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo mengaku sudah lama masuk ke kawasan hutan Nggorang Bowosie dan mendiami area tersebut.
Mereka juga mengaku sudah melakukan upaya legal agar bisa menguasai secara sah seluas 150 hektar wilayah Hutan Bowosie di bagian selatan melalui skema pembebasan kawasan hutan menjadi pemukiman dan lahan pertanian.
Usaha mereka telah mendapatkan hasil final, pemerintah telah mengeluarkan SK Tata Batas Hutan Manggarai Barat Nomor 357 Tahun 2016, dan hanya 38 hektar yang dikabulkan, yang ditetapkan menjadi wilayah Area Penggunaan Lain (APL).
Diluar lahan 38 hektar tersebut tentunya masih menjadi hutan milik negara, kini Pemerintah Pusat melalui Perpres No 32/2018 telah menunjuk BPOLBF, untuk mengembangkan area tersebut menjadi Kawasan Pariwisata Terpadu dengan tujuan untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat Labuan Bajo dan Flores pada umumnya.
Diberitakan sebelumnya, Juru bicara (jubir) Kesatuan Masyarakat Racang Buka (KMRB), Stefanus Herson meminta agar Pemda Manggarai Barat (Mabar) untuk serius menangani lahan Kawasan Hutan Produksi Nggorang-Bowosie RTK.108 Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo.
Bukti keseriusan Pemda Mabar, lanjut Stefanus, yakni bersama DPRD Kabupaten Mabar untuk mendatangi langsung Kementerian LHK di Jakarta.
"Kalau datang bersama DPRD maka tahu bahwa mereka merupakan wakil rakyat maka itu wajib hukumnya pemerintah pusat melayani tidak serta merta melahirkan keputusan, tapi mempertimbangkan apa kata rakyat dari bawah, itulah sebabnya kami datang, agar DPRD dan Bupati Manggarai Barat bersama ke pusat, karena keputusan ada di sana. Kalau hanya bersurat tidak akan menyelesaikan masalah," katanya saat ditemui usai menggelar aksi masaa, Senin 15 November 2021.
Menurutnya, lahan seluas 150 ha di kawasan tersebut telah dikuasi masyarakat dan pihaknya meminta agar BPN Kabupaten Mabar untuk memroses sertifikasi.
Pihaknya juga meminta agar BPN Mabar untuk melanjutkan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) yang telah dibentuk sebelumnya.
"Poin penting, pertama 150 ha wilayah yang dikuasai masyarakat adalah milik masyarakat dan BPN harus memroses legalitasnya. Kemudian di atas 150 ha tidak boleh ada BPOLBF, dia harus keluar dari situ, silahkan dia ambil 400 ha di luar wilayah itu," katanya.
"Hak masyarakat jelas, ada program review program tata hutan, s5KB 4 menteri, ada program IP4T dan sudah terbentuk panitia dan sudah berjalan begitu lama, sebelum kehadiran BPOLBF, dokumen lengkap kami miliki. Lalu ada usulan dari 2 bupati terdahulu, sudah jelas dan dalam usulan itu jelas, lahan tersebut untuk lahan pemukiman dan pertanian masyarakat," jelasnya.
KMRB juga melakukan aksi massa di depan Kantor BPOLBF di Desa Gorontalo.
Dalam pernyataan sikapnya, KMRB menuntut BPOLBF agar meletakkan asas dan norma partisipasi masyarakat lokal daerah dalam kerja-kerja BPOP LBF sebagaimana ketentuan Perprees Nomor 32 Tahun 2018 dan mengingatkan BPOLBF untuk tidak melakukan kegiatan lanjutan apapun diatas 150 ha lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman warga KMRB di Hutan Produksi Nggorang Bowosie RTK.108 Desa Gorontalo.
Sebab warga KMRB akan tetap mempertahankan lahan tersebut seluruhnya sampai titik darah penghabisan.
Pernyataan sikap diterima Direktur Destinasi BPOLBF, Konstan Mardinandus.
Sebelumnya, Pihak Kementerian LHK telah menjelaskan pemanfaatan Kawasan Hutan RTK 108 di Kabupaten Mabar yang dibacakan oleh Bupati Mabar, Edistasius Endi dalam rapat bersama, Rabu 22 September 2021.
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan memberikan penjelasan pemanfaatan kawasan hutan RTK 108 Nggorang Bowosie dengan surat bernomor: S. 722 / PKTL / KUH / PLA. 2 / 9 / 2021 tertanggal 16 September 2021.
Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK, Ruandha Agung Sugardiman.
Bupati Mabar, Edistasius Endi menjelaskan, surat tersebut menanggapi Surat Bupati Manggarai Barat yang ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor Pem.131/228/IX/2021 tanggal 3 September 2021 tentang Mohon Penjelasan Pemanfaatan Kawasan Hutan RTK 108 Nggorang Bowosie di Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur.
"Ini merupakan jawaban dari pemerintah pusat," kata Edistasius Endi.
Edistasius Endi membacakan, Pertama, surat tersebut membahas terkait lokasi inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) berdasarkan pada overlay lampiran peta Surat Bupati Manggarai Barat dan peta dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK 357/MENLHK/SETJEN/PLA.0/5/2016 Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas 54.163 hektare, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 12.168 hektare dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan seluas 11.811 hektare Menjadi Kawasan Hutan di NTT berada di kawasan Hutan Produksi Tetap seluas lebih kurang 1,515 hektare dan Areal Penggunaan Lain seluas 12,187 hektare pada lokasi perubahan peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan (kawasan hutan yang berubah menjadi APL).
Lebih lanjut, untuk areal penggunaan lain yang berasal dari kawasan hutan, berdasarkan amar kelima SK.357/Menlhk/Setjen/PLA.0/5/2016 tanggal 11 Mei 2016, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memerintahkan Gubernur Nusa Tenggara Timur untuk memberikan hak atau penguatan hak dalam rangka program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) atas kawasan hutan yang berubah menjadi APL dimana selama ini oleh masyarakat setempat telah menjadi tempat bermukim dan bertani/ berkebun, agar ada kepastian di kawasan tersebut.
Selanjutnya lanjut Edistasius Endi, untuk areal IP4T yang masih berada kawasan hutan, berdasarkan pasal 34 Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH), yang menyatakan bahwa pada saat Peraturan Presiden mulai berlaku, semua kegiatan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan yang telah dilakukan tetap dilanjutkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden, sehingga dilanjutkan dengan Inventarisasi dan verifikasi penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan hutan sesuai dengan ketentuan.
Menindaklanjuti hal itu sudah dilaksanakan inventarisasi dan verifikasi penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan di Kabupaten Manggarai Barat dengan hasil sudah ada usulan permohonan inventarisasi dan verifikasi oleh Bupati Manggarai Barat tetapi tidak termasuk obyek IP4T di desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat.
Hasil lainnya telah dilaksanakan penataan batas Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan Lindung Mbeliling, Hutan Lindung Meler Kuwus dan Hutan Produksi Tetap Nggorang Bowosie di Kabupaten Manggarai Barat.
Berdasarkan Pasal 25 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan surat keputusan perubahan batas kawasan hutan di Kabupaten Manggarai Barat (SK Biru) nomor SK.153/MENLHK/SETJEN/PLA.2/3/2020 tanggal 11/03/2020 seluas 281,143 hektare.
Terakhir, berdasarkan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.889/Menlhk/Setjen/Pla.2/12/2020 tanggal 16 Desember 2020 telah terbit Persetujuan Prinsip Tukar Menukar Kawasan Hutan untuk Kawasan Pariwisata atas nama Badan Otoritas Labuan Bajo Flores berupa kawasan hutan produksi tetap seluas lebih kurang 135,22 hektare di Kabupaten Manggarai Barat dengan Lahan Pengganti berupa Areal Penggunaan Lain (APL) seluas ± 526,49 hektare di Kabupaten Ngada yang saat ini sedang proses pelaksanaan penataan batas di lapangan. (*)
Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Lagi, KMRB Hadang dan Hentikan Pembangunan Akses Jalan Menuju Lahan Otorita BPOLBF, kupang.tribunnews.com/2022/04/26/lagi-kmrb-hadang-dan-hentikan-pembangunan-akses-jalan-menuju-lahan-otorita-bpolbf?page=all.
Penulis: Gecio Viana | Editor: Ferry Ndoen