WahanaNews-Labuanbajo | Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kembangkan kawasan pariwisata berkelanjutan dan terintegrasi di Hutan Bowosie Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur dan akan dijadikan destinasi wisata ecotourism.
"Banyak titik lokasi yang ditebang, bahkan sebagian besar dibakar oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kami harus lakukan peremajaan agar hutan terlihat asri kembali," kata Direktur Utama BPOPLBF Shana Fatina dalam pernyataan tertulisnya, Senin (7/3/2022).
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Kawasan pariwisata terintegrasi tersebut menempati lahan seluas 400 hektare atau sekitar 1,98 persen dari seluruh luas kawasan hutan Bowosie yang mencapai 20.193 hektare.
Shana mengharapkan konsep pengembangan pada ecotourism atau wisata alam berupa hutan yang alami dapat membuat wisatawan betah berlama-lama berkunjung.
Dia menuturkan, saat ini kondisi hutan tersebut sangat memprihatinkan.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Menurutnya, sebagian besar telah dirusak oknum tidak bertanggung jawab.
"Tidak hanya ditebang dan dibakar, sebagian lokasi sudah berubah menjadi lahan pertanian dengan jenis tanaman semusim yang rendah mengikat tanah dan air," tutur Shana.
Demi mengembalikan kondisi hutan Bowosie, Shana memastikan akan lebih banyak menanam daripada menebang. Dengan begitu, hutan kembali terlihat seperti semula mempunyai daya tarik.
"Luasan perambahan liar hutan Bowosie ini mencakup kurang lebih 135 hektare atau 34 persen dari lahan Badan Otorita, dan sebagian besar berada di kawasan hutan bagian dalam jadi tidak terlihat dari pinggir hutan," kata Stefanus.
Penebangan liar dan pembakaran ini sudah terjadi sejak 2015.
Stefanus memastikan KPH dan pihak terkait melakukan operasi beberapa kali untuk menangkap pelaku perambahan hutan.
"Pada 2015, kami sudah lakukan operasi dan tertangkap tiga orang. Tahun 2018 terjadi perusakan lagi namun tidak ada yang tertangkap. Pada 2019 terjadi lagi dan kami berhasil menangkap tiga orang," ujar Stefanus. [rda]