WahanaNews-Labuanbajo | Banyak wisatawan dari mancanegara yang tertarik mengunjungi Labuan Bajo dikarenakan alamnya yang memukau dan keberadaan hewan langka Komodo.
Namun, untuk menjelajah destinasi di Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut wisatawan perlu merogoh kocek lebih dalam. Pasalnya, infrastruktur pendukung pariwisata seperti transportasi dan perhotelan di Labuan Bajo belum sebanyak dan selengkap destinasi pariwisata yang sudah matang seperti halnya Bali.
Baca Juga:
Kenang Ryanto Ulil, Brigjen TNI Elphis Rudy: Saya yang Antar Dia Jadi Polisi, Kini Antar ke Peristirahatan Terakhir
Belakangan, mahalnya tarif hotel di Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo menjadi perbincangan di kalangan wisatawan.
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) sebagai satuan tugas di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pun memberikan penjelasan terkait hal tersebut.
Direktur Utama BPOLBF Shana Fatina mengatakan, pihaknya bersama Pemerintah Daerah (Pemda) dan stakeholder terkait terus melakukan evaluasi.
Baca Juga:
OTT di Bengkulu, KPK Amankan 8 Pejabat dan Sita Sejumlah Uang Tunai
“Kami sedang terus berupaya untuk meningkatkan kualitas hotel yang ada di Labuan Bajo agar dapat memenuhi standar pelayanan sesuai dengan kelasnya,” kata Shana, dikutip Sabtu (5/3/2022).
Menanggapi berbagai isu yang berkembang termasuk perbandingan dengan kondisi di Bali di mana harga hotel di Pulau Dewata cenderung turun harga, namun di Labuan Bajo justru stabil bahkan cenderung mahal, Shana menegaskan bahwa ada perbedaan standar biaya operasional antar wilayah.
Menurut dia, biaya operasional hotel di Labuan Bajo memang lebih tinggi karena masih banyak produk atau material pendukung yang diambil atau harus didatangkan dari daerah lain.
“Kita mencoba membantu dengan program rantai pasok, membangun sentra-sentra supplier lokal sehingga mengurangi biaya produksi. Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia juga akan dilakukan sehingga pengelolaan layanan bisa efektif dan efisien dengan hospitality yang tinggi,” tuturnya.
Dia menambahkan, saat ini hal yang menjadi fokus BPOLBF adalah meningkatkan standar kualitas layanan dan fasilitas menjadi semakin baik agar wisatawan tidak kecewa dengan besaran dana yang dibelanjakan saat berkunjung ke Labuan Bajo.
“Standar yang digunakan adalah standar internasional. Diharapkan agar hotel, kapal, dan restoran berlomba meningkatkan kualitan pelayanan mereka sesuai standar yang ada sehingga ada kepastian standar layanan dengan dunia pariwisata internasional,” paparnya.
Shana menyatakan, Labuan Bajo masih membutuhkan investor lebih banyak lagi. Pasalnya, sebagai DPSP, dibutuhkan lebih banyak hotel berbintang khususnya untuk kebutuhan pameran dan konvensi atau MICE skala internasional dan acara kenegaraan.
Tidak hanya ketersediaan kamar dengan spesifikasi khusus, ungkap Shana, fasilitas minimum pelaksanaan kegiatan juga harus menjadi perhatian, misalnya ruang rapat dengan dukungan standar keamanan dan keselamatan memadai.
“Target kami Labuan Bajo bisa menjadi tuan rumah utama event internasional kenegaraan untuk kapasitas 20.000 peserta di waktu yang sama,” ungkapnya.
Shana menegaskan, Labuan Bajo yang juga ditetapkan sebagai destinasi wisata super premium bermakna bahwa jaminan kualitas “experience” yang diberikan kepada wisatawan terjaga dengan baik. “Ada layanan yang bentuknya eksklusif karena berbayar dan khusus, ada yang bisa diakses umum oleh semua lapisan,” urainya.
Meski begitu, konteks super premium yang ingin ditekankan utamanya adalah bagaimana berwisata ke Labuan Bajo wajib melestarikan dan menjaga lingkungan, serta menghargai kearifan budaya setempat sebagai bagian dari warisan dunia.
“Tentunya, kualitas penanganan keamanan dan keselamatan, aktivitas pariwisata dengan experience premium, kemudahan mencari informasi, keterlibatan konten dan konteks kelokalan, serta fasilitas publik yang standar menjadi salah satu keharusan dari kelengkapan destinasi Labuan Bajo,” bebernya.
Lebih lanjut, BPOLBF juga berupaya mencari investor yang perhatian dengan lingkungan dan kearifan lokal, sehingga bisa bersama-sama menjadi ekosistem pariwisata berkualitas yang kuat.
"Penting bagi setiap investasi yang masuk ke Labuan Bajo untuk bisa membantu pelaksanaan konservasi, mendorong aktivitas ramah lingkungan, dan memperkuat masyarakat lokal untuk bisa berpartisipasi dan bermitra membangun Labuan Bajo," tandasnya.
Sementara itu, ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Manggarai Barat Silvester Wanggel mengatakan, saat ini terdapat lebih dari 100 hotel tersebar di Labuan Bajo yang dapat menjadi pilihan bagi wisatawan. Mulai dari harga termurah sampai yang termahal, dari kelas homestay sampai kelas hotel bintang 5.
Soal harga kamar, kata dia, masing-masing hotel punya Standar Operating Procedure (SOP) dan saat sepi seperti sekarang ini tentu banyak hotel memberikan diskon besar-besaran.
“Soal super premium adalah istilah bapak presiden Jokowi karena alamnya yang begitu indah. Sedangkan dalam konteks amenitas seperti hotel dan restoran, dan lain-lain adalah hal biasa saja, tidak harus harga super premium,” ucapnya.
Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Asita) Manggarai Evodius Gonsomer membenarkan bahwa jika dibandingkan dengan hotel jenis yang sama di tempat lain, tarif di Labuan Bajo tergolong cukup mahal.
“Tapi ide untuk buat harga standar hotel tidak memungkinkan, karena setiap hotel berhak untuk menentukan harga jualnya dan pengguna diberi hak untuk memilih hotel yang sesuai dengan kemampuannya,” tuturnya.
Senada, dia mengamini perlunya penambahan pembangunan hotel berbintang. Pasalnya, investasi akan berimbas kepada pertumbuhan ekonomi setempat, membuka lapangan kerja baru, dan tentunya biaya penginapan akan semakin bersaing dan terjangkau karena semakin banyak pilihan.
Evodius menambahkan, istilah super premium itu memang membuat pariwisata Labuan Bajo semakin dikenal karena alamnya yang indah.
Namun, kata dia, jangan jadikan ini sebuah alasan untuk membuat harga-harga kebutuhan menjadi tidak masuk akal, karena tidak semua masyarakat bagian dari pelaku pariwisata.
"Faktanya semua harga barang di Labuan Bajo lebih mahal jika dibandingkan harga barang di kabupaten tetangga lainnya seperti Ruteng, Manggarai. Hal ini semoga menjadi perhatian kita bersama untuk menjual harga barang dan harga kamar hotel atau apapun dengan harga yang sewajarnya, " tegasnya. [rda]