WahanaNews-Labuanbajo | Ketua Asosiasi Tour Travel Indonesia (Astindo) Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), NTT, Ignasius Suradin, serta Sekretaris Astindo, Ignasius Fendy, menolak wacana kenaikan biaya masuk Taman Nasional Komodo.
Sebagai informasi, baru-baru ini ramai diberitakan rencana biaya konservasi Taman Nasional Komodo sebesar Rp 3,75 juta per orang selama satu tahun, sebagai kompensasi atas hilangnya nilai jasa ekosistem taman nasional itu.
Baca Juga:
Program Bundling Paket Wisata Kereta Api Libur Lebaran 2024 oleh Kemenparekraf
Biaya tersebut rencananya akan diterapkan mulai 1 Agustus 2022, dengan sistem kolektif sebesar Rp 15 juta per empat orang, di beberapa pulau yakni Pulau Komodo, Pulau Padar, dan kawasan perairan sekitarnya.
Menurut pihak Asita Labuan Bajo, pariwisata Labuan Bajo belum pulih akibat pandemi Covid-19 selama dua tahun, sehingga membutuhkan waktu untuk memulihkan ekonomi masyarakat. Terutama masyarakat pariwisata yang cukup terdampak secara langsung dan tidak langsung.
Kemudian, lanjut keduanya, wacana kenaikan biaya masuk dinilai bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang sedang berupaya memulihkan ekonomi nasional, sekaligus meningkatkan kunjungan wisata termasuk wisata dalam negeri.
Baca Juga:
Liburan Nataru ke Labuan Bajo? Berikut Tips Agar Terhindar Travel Bodong
Tidak hanya itu, wacana kenaikan biaya masuk dikhawatirkan akan berdampak terhadap menurunnya jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo.
Hal tersebut tentu berdampak pula terhadap penyerapan tenaga kerja dan distribusi ekonomi yang semakin membaik dalam enam bulan terakhir.
Keduanya juga menilai, pernyataan kunjungan wisatawan yang berperan merusak ekosistem dan konservasi di Taman Nasional Komodo sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.
Adapun rata-rata wisatawan yang berkunjung ke Pulau Komodo melakukan short trekking dengan jangkauan paling jauh dua kilometer (round trip) di jalur trekking yang sudah dibuat oleh pihak Taman Nasional Komodo, yakni di zona pemanfaatan pariwisata dan bukan zona inti, sehingga dinilai tidak merusak ekosistem di dalam kawasan.
Berdasarkan penelitian di Pulau Komodo, tambahnya, terdapat 1.500-2.500 ekor komodo yang hidup di kawasan seluas hampir 30.000 kilometer persegi.
Dengan wilayah Pulau Komodo yang luas dan zona pemanfaatan pariwisata yang begitu kecil, maka keduanya menilai cukup aneh jika ekosistem maupun konservasi menjadi terganggu karena kunjungan wisatawan.
Selain itu, lama kunjungan wisatawan hanya kurang lebih dua jam dan aktivitas yang dilakukan sangat terbatas dan di zona yang sudah disiapkan oleh pengelola, maka mereka menilai alasan terganggunya ekosistem dan konservasi terlalu mengada-ada.
Di zona pemanfaatan, terutama di Loh Liang, wisatawan hanya melihat rata-rata dua sampai empat ekor komodo, dan terjadi selama bertahun-tahun. Hal itu bukan karena rusaknya ekosistem, tetapi karena luasnya habitat komodo.
"Astindo Labuan Bajo mengimbau para pihak yang menjahit isu-isu yang kontraproduktif dengan semangat pemulihan ekonomi lokal dan nasional, semangat berwisata dalam negeri, agar dihentikan. Kami mendorong agar penetapan tarif masuk Taman Nasional Komodo sesuai undang-undang yang berlaku sebagaimana taman nasional lain di seluruh Indonesia. Kami menolak keras wacana kenaikan tiket masuk TN Komodo," jelas keduanya., Kamis, (30/6/2022).
Suradin menambahkan, Astindo juga mendorong agar pengelolaan Taman Nasional Komodo tidak diserahkan kepada pihak ketiga, entah individu, kelompok, atau badan usaha tertentu karena berpotensi menciptakan monopoli bisnis.
Taman Nasional Komodo, ujarnya, adalah aset masyarakat, bangsa, dan negara yang harus dijaga dan diatur sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Biaya konservasi Taman Nasional Komodo berdasarkan kajian
Dilansir dari Kompas.com, Rabu (29/6/2022), naiknya aktivitas wisata di Taman Nasional Komodo sejak tahun 2010 menyebabkan hilangnya nilai jasa ekosistem, menurut kajian Daya Dukung Daya Tampung Taman Nasional Komodo yang dilakukan oleh sejumlah ahli.
"Dari data yang ada, ternyata nilai jasa ekosistem Pulau Komodo ini cukup tinggi, kurang lebih hampir Rp 23 triliun di tahun 2045. Kalau kunjungan tidak dibatasi dan melebihi kapasitas yang ditentukan, 292.000 orang, maka nilai jasa ekosistem yang hilang bisa mencapai (Rp) 11 triliun," kata Kepala Kajian Daya Dukung Daya Tampung Taman Nasional Komodo, Irman Firmansyah, Senin (27/6/2022).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperoleh perhitungan biaya konservasi sebesar Rp 2.943.730 hingga Rp 5.887.459 per tahun. Adapun biaya konservasi yang rencananya akan ditetapkan sebesar Rp 3,75 juta per orang selama periode satu tahun.
Biaya tersebut nantinya akan digunakan untuk beragam kegiatan konservasi, di antaranya penanaman pohon sebagai tempat berlindung bayi-bayi komodo dari komodo dewasa, serta transplantasi terumbu karang.
"Dengan mempertimbangkan biaya konservasi, (biaya) Rp 3,75 juta per orang untuk periode satu tahun, dan untuk kuota kunjungan ke TNK akan dibatasi 200.000 orang per tahun," tutur Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi Taman Nasional Komodo Carolina Noge, Senin. [jat]