WahanaNews-NTT | Tim Pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) yang terdiri dari TRUK F, Jaringan HAM Sikka, SEMA STFK Ledalero, JPIC SSpS dan SFSC menggelar aksi damai mengusut tuntas kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Selasa (07/06/2022).
Aksi yang diawali dengan melakukan orasi di Polres Sikka ini, dilakukan di jalan Ahmad Yani persis di depan Mapolres, karena masa aksi tidak diijinkan masuk ke halaman Mapolres Sikka.
Baca Juga:
Polresta Barelang Tangkap Tersangka TPPO dan Gagalkan Pengiriman PMI Ilegal Melalui Pelabuhan Internasional Batam
Namun beberapa waktu kemudian setelah Ketua PETASAN NTT, Siflan Anggi menyampaikan orasinya, Kapolres Sikka meminta beberapa perwakilan untuk menemuinya dan melakukan audiens.
Dalam orasinya di Mapolres Sikka, Siflan Anggi dengan tegas membacakan surat terbuka untuk Kapolri cq Bareskrim Polri di Jakarta.
Dalam surat terbuka tersebut, Siflan mengatakan tak terasa 4 bulan sudah berlalu setelah Truk F dan pejuang jejaring HAM melakukan audiens dengan Bareskrim Polri dan Komisi 3 DPR RI.
Baca Juga:
Resmob Polda Sulut Tangkap Tiga Terduga Pelaku Perdagangan Orang di Manado
Dalam audiens yang dipimpin oleh Kasubdit V Dittidum Bareskrim Polri Kombespol Enggar Pareanom, S.Sos., S.I.K disampaikan bahwa dalam waktu dekat Tim Bareskrim Polri akan turun ke Maumere untuk melakukan uji petik langsung di lapangan soal kasus Traficking ke 17 anak dan 4 pub yang di OTT oleh Polda NTT.
Dan dalam audiens dengan Komisi 3 DPR RI, secara tegas dan meyakinkan bahwa secepatnya akan mengundang Kapolri Cq Bareskrim Polri untuk segera proses ke 17 anak dan 4 pub yang diduga sebagai TPPO.
Dikatakan Siflan, sebelum ke Jakarta, Truk F bersama jejaring HAM Kabupaten Sikka telah melakukan Aksi Damai di Polres Sikka, DPRD, Bupati dan Kejaksaan Negeri Maumere.
Pihaknya mempertanyakan keberadaan 17 anak yang OTT oleh Polda NTT, ada 4 anak yang kabur dan pihak Polres Sikka sebagai lokus memberi jawaban dengan enteng melalui mantan Kasat Reskrim bahwa mereka susah menemukan ke 4 anak yang kabur.
Begitu juga dengan Polda NTT, pihaknya mempertanyakan terkait masih dibukanya Pub, sementara Bupati Sikka dengan tegas telah mengeluarkan surat bahwa Pub yang bermasalah dengan kasus 17 anak tersebut tidak boleh dibuka sampai ada putusan tetap dari Pengadilan.
Namun kenyataannya kata Siflan, saat itu Pub tersebut tetap dibuka kecuali pub Libra yang tutup total sampai hari ini.
Berdasarkan hasil investigasi, pihaknya menduga bahwa pub yang bermasalah tersebut dibuka karena di backup oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Lanjut Siflan Anggi, setelah pulang dari Jakarta, hasil pantauan pihaknya pub ditutup selama satu minggu karena ada pernyataan dari Kasat Intel di Youtube, Medsos bahwa Pub ditutup karena masih berlakunya PPKM Covid-19, sehingga tempat hiburan di larang buka.
“Saya diutus oleh Truk F dan Jaringan HAM Kabupaten Sikka untuk bertemu Kapolres Sikka yang baru untuk minta kesediaan waktu guna bicara di Radio Keuskupan Maumere soal kasus Traficking di Kabupaten Sikka seperti apa kiat-kiatnya kedepan,” beber Wakil Ketua Forkoma Sikka ini.
Namun lanjut Siflan, Kapolres Sikka menolak dengan alasan kasus Traficking ke 17 anak adalah kewenangan Polda, bukan kewenangan Polres Sikka.
Terhadap pernyataan Kapolres ini, Siflan Anggi pun mempertanyakan, kehadiran Polres Sikka di Kabupaten Sikka mewakili siapa; apa manfaat Polres Sikka kalau bukan perpanjangan tangan dari Polda dan Polri; Lokus kasus Traficking 17 anak di Maumere, namun pihak Polres selalu melemparnya ke Polda NTT.
“Saat saya tanya, kenapa pub masih buka sampai saat ini, jawaban Kapolres Sikka karena dapat ijin dari Polda NTT. Saya kaget, kok bisa Polda NTT kasi ijin pub bermasalah yang di OTT oleh Polda sendiri,” tanya dia.
“Saya tanya kenapa Truk F tidak dapat tembusan surat ijin dari Polda, jawab Kapolres Sikka “kamu sebagai apa” dalam hati saya rasa lucu saja.” ungkap Siflan menambahkan.
Ia menyayangkan, saat OTT Polda NTT menitipkan ke 17 anak ini di Truk F dan Police line ke 4 pub tersebut tidak boleh dibuka sampai kasus ini selesai dengan putusan tetap di Pengadilan.
Namun kata Siflan Anggi, dalam perjalanan secara diam-diam Polda NTT memberikan ijin dan hanya sampaikan pada Polres Sikka.”Ada apa ini,” tanya Siflan.
“Ini patut diduga bukti konspirasi antara pemilik 4 pub. Ini kejahatan kemanusiaan yang tersistem karena pub yang bermasalah tetap diijinkan untuk dibuka yang diduga dalam operasi pub ini dilakukan TPPO,” pungkasnya.
Lebih anehnya lagi, pemilik pub 999 (Triple Nine-Red) tidak ditahan sementara kasusnya sama dengan Libra, Shasari dan Bintang. Malah pemilik pub Libra 1 orang yang diduga TPPO, sementara 3 orangnya dari Triple Nine sampai hari ini tidak ditahan oleh Polda NTT sembari menanyakan ada apa antara Polda NTT dengan pemilik Triple Nine ini.
Untuk itu dengan tegas Siflan Anggi meminta kepada Polda NTT untuk segera menahan pemilik pub Triple Nine (999-Red), karena menurut dia tidak ada kekebalan hukum di Republik ini, apalagi diistimewakan.
Jika terjadi kekebalan hukum terhadap kasus yang sama cuman orang yang berbeda maka patut diduga ada mafia, konspirasi dan dagang hukum yang sedang terjadi di sana, tutup Siflan sambil mengakhiri orasinya dengan sebuah puisi.
Pantauan WahanaNews.co, usai menggelar aksi di Mapolres Sikka Truk dan Jejaring Pejuang HAM melanjutkan aksinya ke Pengadilan Negeri Maumere. [frs]