NTT.WahanaNews.co-Sikka| Setelah 3 (tiga) tahun terapkan Kurikulum Merdeka Belajar, kini SMA Swasta Katolik Bhaktyarsa (SMABHAK) Maumere kembali menjajaki program Pertukaran Pelajar sebagai bentuk Inovasi Berkelanjutan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Petrus Affendi menjelaskan, Esensi dari kurikulum merdeka ini sebetulnya adalah memberikan pelayanan kepada Peserta Didik sesuai dengan potensi, bakat, kemampuan dan gaya belajar. Ketiganya ini disebut sebagai Diverensiasi. “Disini saya melihat ada model pembelajaran yang sebenarnya sudah diterapkan oleh sekolah, ada inovasi berkelanjutan,” ujarnya kepada NTT.WahanaNews.co, Kamis (29/8/2024).
Baca Juga:
Tidak Bawa Buku Paket, Guru Diduga Tampar Siswi 9 Tahun
Menurut guru yang biasa disapa Fendi ini, inovasi berkelanjutan yang dimaksudkan adalah, bukan hanya di dalam internal saja atau di lingkungan sekolah, namun ini levelnya sudah ke luar negeri. Itulah yang disebut sebagai kerjasama-kolaborasi. Karena prinsip dari kurikulum merdeka itu juga adalah kolaborasi.
Selain kolaborasi lanjut Fendi, berbasis budaya kearifan lokal. Bagaimana kita belajar tentang budaya orang lain sembari juga memperkenalkan budaya kita ke kancah internasional.
Selanjutnya penerapan kurikulum merdeka dengan model pembelajaran kontekstual. Hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan. “Disana para peserta didik ini akan melakukan live in, dan ini bisa memberikan dampak langsung kepada mereka dan juga guru pendamping yang mungkin bisa kami terapkan disini,” tutur Fendi.
Baca Juga:
Lepas-Pergikan Kontingen Pertukaran Pelajar SMABHAK, Sr. Ines: Sebuah Prestasi yang Luar Biasa
Dengan melakukan pertukaran pelajar ini bisa saja ada sesuatu yang bermanfaat semisal Hiden Kurikulum yang nantinya akan menjadi tugas dari Suster Kepala Sekolah untuk mencari apa yang bisa diadopsi dalam rangka pengembangan kurikulum merdeka ini.
“Karena saya berpikir, kalau misalnya kita hanya di lingkup yang terbatas disini saja,inovasinya itu tidak terlalu jalan. Jadi, saya bersyukur sekali karena program sekolah ini bisa membawa dampak kurikulum ini pada hal yang lebih luas hingga ke kancah internasional,” pungkas Fendi.
Hal senada juga disampaikan Kepala SMA Swasta Katolik Bhaktyarsa, Sr. Marselina Lidi, SSpS. Perlu ditekankan bahwa Bhaktyarsa memilih level yang tinggi, yakni Merdeka Berbagi. Karena, sebelum kurikulum merdeka sebetulnya sekolah yang dipimpinnya ini sudah menerapkannya, sejak SKS di tahun 2016.
“Aura itu sudah ada. Misalnya anak tidak lagi beli buku, guru yang harus menyusun buku yang namanya UKBM (Unit Kegiatan Belajar Mandiri) yang sampai sekarang modul ajar itu dikembangkan sejak 2016. Buku yang ada hanya dijadikan sebagai sumber,” beber Marselina.
Dikatakan bahwa, Pemerintah Provinsi menamakan Bhaktyarsa sebagai Laboratorium Pendidikan. Itu karena kata Marselina, Lembaga Pendidikan yang dipimpinnya ini menjadi rumah tempat belajar bagi banyak sekolah di NTT, mulai dari SD hingga SMA/SMK.
”Kita hanya melakukan saja, bahwa orientasi pada peserta didik bukan pada regulasi atau pada diri guru. Anak harus dilayani sesuai dengan dia punya proses, dan hal ini tidak mudah bagi kami. Dibutuhkan pengorbanan, kreatif, merendah dan bersahabat bersama anak sesuai dengan keunikannya masing-masing,” tutur Marselina.
Akhirnya, anak menjadi segala-segalanya dan terbukti mereka semua hebat, tergantung pada metode dari sekolah atau keluarga-keluarga untuk memberikan atmosfer dengan tanpa menghakimi anak, tutup Marselina. [frs]