Ghufron merincikan, pada tahun 2014, peserta JKN dari segmen non Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang mencakup Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja (BP) berjumlah 38,2 juta jiwa. Sementara di tahun 2022, angka tersebut naik tajam menjadi 96,9 juta jiwa.
Dijelaskan bahwa, dalam kurun waktu hampir 10 tahun sejak 2014, peneriamaan iuran JKN juga mengalami peningkatan menjadi Rp 100 triliun lebih dari Rp 40,7 triliun di tahun 2014 menjadi Rp 144 triliun di tahun 2022 (unaudited).
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Gelar Sarasehan Sosialisasi Program JKN Bersama Polri dan Bhayangkari
Lebih lanjut Ghufron menuturkan, saat awal beroperasi BPJS Kesehatan sempat mengalami defisit, namun berbagai upaya terus dilakukan hingga Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan berangsur membaik.
Bahkan ketus Ghufron, kini dalam kondisi amat sehat dengan kondisi keuangan DJS per 31 Desember 2022 tercatat sebesar 5,98 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan, sesuai ketentuan yang berlaku.
"Saat ini tidak ada lagi istilah gagal bayar rumah sakit. Bahkan kami bisa membayar sebagian biaya klaim rumah sakit sebelum diverifikasi untuk menjaga cashflow, agar rumah sakit bisa optimal melayani pasien JKN. Ini belum terjadi dalam sejarah kami. Bahkan pemerintah juga sudah menaikkan tarif pembayaran layanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit untuk memotivasi fasilitas kesehatan meningkatkan mutu pelayanannya," tandas dia.
Baca Juga:
Program JKN, Solusi Cerdas Persalinan Tanpa Kantong Jebol
Bertumbuhnya cakupan kepesertaan JKN, maka angka pemanfaatan pelayanan kesehatan pun turut meningkat lanjut Ghufron, dari 92,3 juta pemanfaatan pada 2014 menjadi 502,8 juta di tahun 2022.
Disisi lain kata dia, BPJS Kesehatan juga giat mengusung program promotif preventif, termasuk melalui skrining kesehatan. Langkah ini dilakukan pungkas Ghufron untuk mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari penyakit tertentu. Tahun 2022 tercatat sebanyak 15,2 juta peserta JKN telah memanfaatkan layanan skrining BPJS Kesehatan, mulai dari skrining riwayat kesehatan, skrining diabetes melitus, skrining kanker serviks, dan skrining payudara.
"Faktanya, bukan orang kaya yang paling banyak menggunakan BPJS, justru yang paling banyak memanfaatkan BPJS Kesehatan dengan biaya terbesar adalah kelompok PBI. Tercatat, jumlah kasus pemanfaatannya lebih dari 31 juta kasus dengan biaya lebih dari Rp 27,5 triliun. Sementara penyakit dengan biaya terbesar yang paling banyak dimanfaatkan oleh PBI adalah penyakit Jantung yakni sebesar 4,2 juta kasus dengan biaya Rp 3,2 triliun. Terlihat paling diuntungkan dan terbantu atau paling banyak dana JKN digunakan adalah peserta PBI," imbuh Ghufron.