Femmy menjelaskan, seminggu pasca ditetapkan SK itu, Pemkab Sikka menangani para pengungsi Lewotobi yang berasal dari Flores Timur dengan membuka 2 Posko di Desa Kringa dan Desa Hikong.
Ditanggal 11 dan 12 November kata Femmy ternyata gunung ini masih sangat aktif sekali dengan berbagai aktivitas seperti bunyi gemuruh, yang menimbulkan ketakutan dan kecemasan bagi masyarakat yang akhirnya harus di evakuasi.
Baca Juga:
Dampak Erupsi Gunung Lewotobi, Bandara Bali Batalkan 90 Penerbangan Dalam Sehari
Namun sebelum dievakuasi, Pemkab Sikka sudah terlebih dahulu menyiapkan Posko di Waigete.
Menurut Femmy, Posko tersebut disiapkan untuk mengatasi kondisi kesehatan bagi masyarakat yang terdampak debu abu vulkanik.
Namun, ternyata masyarakat melakukan evakuasi secara mandiri, sehingga Pemkab Sikka menaikkan Status dari Siaga ke Tanggap Darurat, selama 14 hari, dari tanggal 10 sampai 14 November 2024, tandas Femmy.
Baca Juga:
IPPM NTT Kota Sorong Peduli Korban Erupsi Gunung Lewotobi, Gandeng Cipayung-Mahasiswa Galang Dana
Selama masa Tanggap Darurat itu Pemkab Sikka kata Femmy, mengurus masyarakat Kabupaten Sikka yang ada di Posko tersebut. Ia juga tak menampik bahwa terdapat juga warga Flores Timur yang ada di Posko Waigete.
Femmy mengungkapkan, selain mengurusi pengungsi yang ada di Posko Waigete, Pemkab Sikka masih terus mensupport kebutuhan bagi para pengungsi asal Flores Timur yang tersebar di 15 Kecamatan dengan jumlah sekitar 2000-an lebih.
“Kita masih support logistiknya terutama yang terpusat dalam jumlah yang paling banyak itu ada di Desa Pruda, Kecamatan Waiblama. Untuk di Posko Waigete sendiri ada 1500-an jiwa didalamnya ada sekitar 15 orang dari Flores Timur,” tukas Femmy Bapa.