NTT.WahanaNews.co-Sikka| Penjabat Sekda Sikka, Margaretha Movaldes Da Maga Bapa yang akrab disapa Femmy Bapa membeberkan dampak erupsi Gunung Berapi Lewotobi Laki-Laki dan upaya penanganan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka.
Dalam keterangan pers Sabtu (14/12/2024) di aula Rokatenda Kantor Bupati Sikka, Femmy Bapa menjelaskan bahwa, erupsi ini sudah terjadi sejak tahun 2023, dan Kabupaten Sikka juga turut merasakan dampaknya.
Baca Juga:
Dampak Erupsi Gunung Lewotobi, Bandara Bali Batalkan 90 Penerbangan Dalam Sehari
Meskipun tidak berdampak langsung terhadap letusan, namun sangat dirasakan termasuk dampak perekonomian, ungkapnya.
Memasuki tahun 2024, kondisi semakin diperparah ketika penerbangan ditutup selama 6 bulan, ujar dia.
Femmy menambahkan, pada tanggal 3 November terjadi letusan yang besar, namun sebelum itu pihaknya telah mengkaji kondisi status terdampak bagi wilayah di Kabupaten Sikka.
Baca Juga:
IPPM NTT Kota Sorong Peduli Korban Erupsi Gunung Lewotobi, Gandeng Cipayung-Mahasiswa Galang Dana
Ia mengakui bahwa Pemkab Sikka sempat kesulitan menetapkan Status Siaga melalui SK, karena gunung itu ada di wilayah Kabupaten Flores Timur.
Namun sebut Femmy, berdasarkan hasil kajian, ada dampak yang dirasakan terutama dari sisi kesehatan, pertanian dan juga peternakan.
Terhadap dampak yang dirasakan pasca letusan lanjut Femmy, Pemkab Sikka berkoordinasi dengan BNPB Provinsi NTT dan dikeluarkanlah SK Siaga Bencana selama 2 bulan, sejak 7 November 2024 hingga 7 Januari 2025.
Femmy menjelaskan, seminggu pasca ditetapkan SK itu, Pemkab Sikka menangani para pengungsi Lewotobi yang berasal dari Flores Timur dengan membuka 2 Posko di Desa Kringa dan Desa Hikong.
Ditanggal 11 dan 12 November kata Femmy ternyata gunung ini masih sangat aktif sekali dengan berbagai aktivitas seperti bunyi gemuruh, yang menimbulkan ketakutan dan kecemasan bagi masyarakat yang akhirnya harus di evakuasi.
Namun sebelum dievakuasi, Pemkab Sikka sudah terlebih dahulu menyiapkan Posko di Waigete.
Menurut Femmy, Posko tersebut disiapkan untuk mengatasi kondisi kesehatan bagi masyarakat yang terdampak debu abu vulkanik.
Namun, ternyata masyarakat melakukan evakuasi secara mandiri, sehingga Pemkab Sikka menaikkan Status dari Siaga ke Tanggap Darurat, selama 14 hari, dari tanggal 10 sampai 14 November 2024, tandas Femmy.
Selama masa Tanggap Darurat itu Pemkab Sikka kata Femmy, mengurus masyarakat Kabupaten Sikka yang ada di Posko tersebut. Ia juga tak menampik bahwa terdapat juga warga Flores Timur yang ada di Posko Waigete.
Femmy mengungkapkan, selain mengurusi pengungsi yang ada di Posko Waigete, Pemkab Sikka masih terus mensupport kebutuhan bagi para pengungsi asal Flores Timur yang tersebar di 15 Kecamatan dengan jumlah sekitar 2000-an lebih.
“Kita masih support logistiknya terutama yang terpusat dalam jumlah yang paling banyak itu ada di Desa Pruda, Kecamatan Waiblama. Untuk di Posko Waigete sendiri ada 1500-an jiwa didalamnya ada sekitar 15 orang dari Flores Timur,” tukas Femmy Bapa.
Setelah 2 (dua) minggu, tutur Femmy, berdasarkan evaluasi dan kajian serta pantauan aktivitas gunung, maka pengungsi yang ada di Posko Waigete dipulangkan.
Femmy menjelaskan, berdasarkan SK terdapat 4 (empat) Kecamatan di wilayah Kabupaten Sikka yang terdampak yakni, Talibura, Mapitara, Doreng dan Waiblama.
Namun yang terdampak langsung dan paling parah itu sebut Femmy ada 5 Desa di Kecamatan Talibura yaitu, Ojang, Hikong, Udek Du'en, Timutawa dan Kringa.
“Jadi 5 desa ini yang kemarin sebagian besar warganya mengungsi ke Posko Waigete,” ujarnya.
Sementara pengungsi mandiri asal Kabupaten Flores Timur yang tersebar di 15 Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Sikka, Femmy menyatakan semuanya sudah kembali. [frs]