Sulsel.WahanaNews.co| Sebagai bagian dari upaya memperingati memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2025, Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan pentingnya pengelolaan sampah yang lebih progresif dan inovatif.
Menurutnya, sampah bukan sekadar masalah lingkungan, tetapi juga peluang untuk menciptakan energi bersih dan lingkungan yang lebih sehat bagi masyarakat.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Masyarakat Ubah Mindset: Sampah Bisa Jadi Sumber Ekonomi
“HPSN bukan sekadar seremonial tahunan. Ini harus menjadi momentum bagi kita untuk benar-benar mengelola sampah dengan pendekatan berbasis teknologi dan ekonomi sirkular,” ujar Tohom, dalam diskusi terbatas yang digelar MARTABAT Prabowo-Gibran di Kantor Redaksi WahanaNews, pada Kamis (20/2/2025).
HPSN sendiri bermula dari tragedi longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah di Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005, yang menelan korban jiwa hingga 157 orang.
Peristiwa tersebut menjadi pengingat bahwa pengelolaan sampah yang buruk dapat berujung pada bencana lingkungan dan kemanusiaan.
Baca Juga:
DLH Sulawesi Tengah Gelar Aksi Bersih Desa Wayu Peringati HPSN 2025
Sejak saat itu, HPSN dijadikan agenda tahunan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah dengan lebih bertanggung jawab.
Kolaborasi untuk Indonesia Bersih
HPSN 2025 mengusung tema Kolaborasi untuk Indonesia Bersih, yang menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah, dunia usaha, hingga masyarakat.
Dalam kesempatan ini, KRT Tohom Purba menyoroti pentingnya sinergi antara kebijakan pemerintah dan inovasi sektor swasta dalam pengelolaan sampah.
“Kita harus mendorong lebih banyak investasi dalam teknologi daur ulang dan pemanfaatan sampah menjadi energi. Di banyak negara maju, sampah bukan lagi beban, tetapi sumber daya,” jelas Tohom yang juga dikenal sebagai Pengamat Lingkungan dan Energi ini.
Salah satu langkah konkret yang diusulkan MARTABAT Prabowo-Gibran adalah mengakselerasi penerapan teknologi waste-to-energy di berbagai daerah.
Menurut Tohom, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengubah sampah menjadi energi listrik yang dapat menopang kebutuhan energi bersih di perkotaan dan pedesaan.
“Kita sudah memiliki regulasi seperti Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019, tetapi implementasinya masih lemah. Perlu ada komitmen lebih kuat dari semua pihak, terutama dunia usaha, untuk memastikan target pengurangan sampah 30 persen pada 2029 bisa tercapai,” tambahnya.
Tanggung Jawab Produsen dan Kesadaran Konsumen
Selain mendorong inovasi teknologi, Tohom juga menekankan bahwa tanggung jawab pengelolaan sampah tidak boleh hanya dibebankan kepada konsumen.
Produsen yang menghasilkan sampah plastik dan limbah industri juga harus turut bertanggung jawab.
“Jangan hanya konsumen yang dibebani dengan tanggung jawab memilah sampah. Produsen juga harus berkontribusi, baik melalui skema daur ulang, pengurangan kemasan plastik, maupun penggunaan bahan baku yang lebih ramah lingkungan,” ungkapnya.
Tohom juga menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat terkait impor bahan baku plastik.
Menurutnya, kebijakan di sektor perdagangan harus sejalan dengan upaya lingkungan agar tidak terjadi paradoks di mana satu sisi masyarakat didorong untuk mengurangi sampah, tetapi di sisi lain impor bahan baku plastik terus meningkat.
Langkah Nyata ke Depan
MARTABAT Prabowo-Gibran akan terus mendorong pengelolaan sampah yang berbasis teknologi dan regulasi yang lebih ketat.
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan lingkungan yang lebih bersih.
Dengan sinergi yang tepat, pengelolaan sampah dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan lingkungan.
[Redaktur: Frans Dhena]