WahanaNews-NTT | Dalam rangka mendukung transisi energi ke energi bersih, PT. PLN terus mengembangkan PLTS Atap, meski dalam skala besar berpotensi menyebabkan ketidakstabilan jaringan.
Demikian disampaikan Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi dalam keterangannya di Jakarta beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
PLN Pasok Energi Hijau pada Peringatan HUT ke-79 Pertambangan dan Energi
PT PLN (Persero) terus berkordinasi dengan pemerintah melalui Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN dalam mengimplementasikan kebijakan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan.
Agung Murdifi mengatakan, langkah ini terus dilakukan guna mendukung pengembangan PLTS atap untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan di Indonesia.
"Koordinasi PLN dengan kementerian terkait sangat baik dan konstruktif agar kebijakan ini dapat berkesinambungan dan jangka panjang, terutama dalam menjaga dampak pada kondisi fiskal negara dan sustainability keuangan PLN serta pada tataran teknis operasional menyangkut stabilitas dan keandalan sistem dan jaringan listrik dalam melayani pelanggan," ujarnya.
Baca Juga:
Kemenperin Dorong Pemanfaatan Hidrogen dalam Pengembangan Energi Terbarukan
PLN bertanggung jawab menjaga kestabilan dan keandalan sistem listrik pelanggan.
Menurut Agung, PLTS atap tanpa baterai bersifat intermiten, sehingga dalam skala besar berpotensi menyebabkan ketidakstabilan jaringan.
Lebih lanjut ia menambahkan bahwa pada intinya PLN mendukung transisi energi ke energi bersih, termasuk salah satunya melalui PLTS atap.
Namun tentu dengan tetap mempertimbangkan kualitas layanan masyarakat umum.
"PLN telah lama mendukung pengembangan PLTS atap. Hingga Maret 2022, tercatat ada 5.278 pelanggan PLN dengan total kapasitas PLTS sebesar 54.753 kWp," jelas Agung.
Kementerian ESDM menargetkan kapasitas terpasang PLTS atap bisa mencapai 3,6 gigawatt dalam kurun waktu tiga tahun ke depan.
Pemerintah pun telah menetapkan PLTS atap sebagai program strategis nasional untuk mempercepat pencapaian target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
Optimalisasi pengembangan PLTS atap akan bertumpu pada sektor rumah tangga dan industri untuk memaksimalkan pencapaian target tersebut.
Berdasarkan proyeksi Kementerian ESDM, target pengembangan PLTS atap untuk sektor rumah tangga selama tiga tahun ke depan memiliki potensi daya listrik sebesar 1,52 gigawatt.
Asumsi jumlah pelanggan PLN yang akan memasang PLTS atap dengan target 2 persen dari pelanggan 1.300 voltampere (VA) dan 10 persen dari pelanggan 2.200 VA.
Sedangkan dari sektor komersial dan bisnis, pemerintah memperkirakan ada potensi 1,30 gigawatt energi hijau dengan rincian 10 persen pelanggan PLN 1.300 VA sampai 14 kVA dan 20 persen pelanggan di atas 14.000 kVA juga memasang PLTS atap.
Sejauh ini, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mengungkapkan bahwa masih ada hambatan terkait pemanfaatan PLTS atap terutama di sektor industri karena kapasitas listrik terpasang hanya dibatasi 10 sampai 15 persen.
Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa menilai pembatasan itu dapat berdampak terhadap pencapaian target bauran energi baru terbarukan dan investasi mengingat sektor industri merupakan salah satu kontributor utama dalam mendongkrak pemanfaatan listrik tenaga surya di Indonesia. [frs]