NTT.WahanaNews.co-Ngada| PT. Bumiampo Investama Sejahtera (BIS) berkolaborasi dengan PT Bumi Asih Sejahtera (BAS) kembali menginjakkan kaki di tanah Ngada untuk mengoptimalkan lagi komiditi kemiri sunan yang sudah lama ditinggalkan.
Kali ini PT yang telah memiliki manajemen baru dibawah kepemilikan salah satu pengusaha ternama dari Singapura ini membawa misi baru yakni investasi dengan pola kemitraan. Dengan manajemen baru ini, PT BIS berniat mengoptimalkan 74 hektar tanaman kemiri sunan di daerah tersebut.
Baca Juga:
Menperin Raih Komitmen Investasi Rp 5,25 Triliun dari Chery untuk Tingkatkan Produksi di Indonesia
Direktur PT. BIS, Veri Yonefi dalam sosialisasinya kepada para pemilik lahan yang juga adalah petani kemiri di kampung Wolokuku, Desa Lari Laki, Kecamatan Wolomeze, Jumat (24/10/25), menjelaskan bahwa sejak September 2024 PT. BIS dan PT. BAS sudah diambil alih manajemennya oleh pihak Singapura sebagai owner atau pemilik.
Pria yang akrab disapa Veri ini mengungkapkan keprihatinannya pada kondisi masyarakat setempat yang sudah dikecewakan oleh manajemen lama yang dinilai begitu semangat dan antusias, namun setelah itu dibiarkan begitu saja tanpa adanya kelanjutan.
Terhadap situasi yang dialami warga itu, pihaknya yang saat ini hadir dengan manajemen baru ingin melanjutkan investasi kemiri sunan seluas 74 hektar di daerah tersebut dengan pola kemitraan antara perusahaan dan pemilik lahan.
Baca Juga:
Satu Tahun Prabowo-Gibran, Mesin Ekonomi Nasional Diklaim Melaju Stabil
“Secara hukum, yang namanya kemitraan itu posisinya sama. tidak ada atasan, tidak ada bawahan,” tukasnya.
Veri menegaskan, mitra yang dimaksudkan adalah, warga sebagai pemilik lahan, sementara perusahaan sebagai pemilik tanaman.
Dia menambahkan, jika warga ingin memperluas lahan dari yang ada saat ini, maka pihak perusahaan akan meresponnya, tergantung kesepakatan bersama. Sebab kata Veri, hal tersebut tidak ada paksaan ataupun intimidasi dari pihak manapun. Sesungguhnya yang dibutuhkan oleh perusahaan adalah lahan-lahan yang tidak produktif atau yang disebut sebagai lahan tidur, tandas dia.
Menariknya dari investasi dengan pola kemitraan ini tutur Veri, petani selaku pemilik lahan diberikan ruang untuk merawat hingga panen, sementara pihak perusahaan yang akan membiayainya, mular dari pembukaan jalan menuju lokasi tanaman, pembersihan lahan, pemupukan, bahkan hingga panen. Hasil panen yang didapatkan petani tersebut kemudian akan dijual kepada pihak perusahaan, tentunya dengan harga yang wajar pula.
Meski demikian, Veri Yonefi menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memaksa para pemilik lahan untuk bermitra, namun mengajak agar bisa memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan roda perekonomian masyarakat setempat.
“Sekali lagi saya tekankan bahwa, kami tidak memaksa bapak/ibu selaku pemilik lahan untuk bermitra, namun jadikanlah ini sebagai peluang untuk meningkatkan ekonomi. Mari kita lewati proses ini dengan kesepakatan bersama,” ucapnya.
Senada dengan Veri, Koordinator Proyek Planpation Indonesia (COO), Anharuddin mengatakan, investasi dengan pola kemitraan ini sesungguhnya tidak menguntungkan salah satu pihak.
Sebagai pengusaha suskses yang menjadi Koordinator 3 (tiga) perusahaan besar di Indonesia, pria asal Aceh ini menggambarkan bagaimana investasi yang saling menguntungkan dengan pola kemitraan.
Ia pun mengajak para pemilik lahan untuk berdiskusi terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan yang nantinya akan dituangkan dalam kontrak kerjasama sembari memastikan dan meyakinkan bahwa investasi ini merupakan peluang bagi para pemilik lahan untuk bangkit menuju kesejahteraan yang diharapkan bersama. [frs]