NTT.WahanaNews.co-Flotim| FLORES WRITERS FESTIVAL kembali digelar. Di perhelatannya yang keempat, Klub Buku Petra Ruteng dan Komunitas KAHE Maumere selaku penyelenggara, menggagasnya dengan paradigma festival sebagai inkubasipenulis Flores, NTT, dan wilayah Timur Indonesia yang mengutamakan praktik/pengalaman riset dan penciptaan ruang pertukaran pengetahuan yang dikemas dalam bentuk jelajah kota/kampung, lokakarya intensif, mendengarkan cerita warga, serta berbagi refleksi antar partisipan.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi konteks tempatan sebagai moda penciptaan karya kreatif.
Baca Juga:
Pengunjung Mencapai 80 Ribu Orang, Festival Bunga dan Buah Tahun 2024 Resmi Ditutup
Kerangka tematik dan program festival ini berpijak pada upaya menggali, belajar, serta melestarikan nilai-nilai, kebijaksanaan, dan pengetahuan yang berasal dari kekayaan tradisi serta sejarah daerah-daerah di Flores.
Dengan demikian, Flores Writers Festival coba menawarkan nilai dan pengetahuan lokal pada perbincangan yang lebih global, dalam tataran estetis-kultural maupun sosial-politis serta ekonomi.
Flores Writers Festival 2004 diselenggarakan di Larantuka pada tanggal 8 – 12 Oktober 2024 dengan semangat kolaborasi interdisipliner sebagai bagian dari upaya menginisiasi ekosistem literasi di Flores dengan mengusung tema besar Pana Beto,frasa dalam bahasa Lamaholot yang memiliki makna pergi dan kembali dengan membawa kualitas yang baru.
Baca Juga:
Menjelang Hari H Festival Bunga dan Buah, Bupati Karo Bersama OPD Tinjau Lokasi
Kata Larantuka bisa diterjemahkan sebagai crossroad;jalan sesilangan, ruang pertemuan antar ragam, kampung, aneka entitas budaya di Flores Timur.
Sejak lampau, Larantuka adalah kota pertemuan, bandar dagang dari berbagai jalur: jalur rempah, jalur teripang, jalur siar agama samawi, dan masih banyak lagi.
Sebagai bagian dari Pulau Flores, Larantuka adalah titik temu antara budaya-budaya Austronesia dan Melanesia.
Berbasis pada kerja-kerjanya selama kurang lebih empat tahun, Flores Writers Festival kemudian tertarik untuk melacak makna subjek: manusia yang hidup, menjadi aktor sosial, menggerakkan, digerakkan dan memaknai seluruh gerak perubahan. Tema pengelana/wanderer melalui frasa Pana Betodipilih untuk menavigasi gagasan ini.
Beberapa pertanyaan kunci dimunculkan: bagaimana watak pengelana dipinjam dan digunakan untuk melihat perjalanan ke dalam dan keluar konteks sosial tertentu?Bagaimana melihat dan membaca konteks sosial tertentu dari kacamata pengelana? Bagaimana pengelana menegosiasi nilai-nilainya dengan nilai-nilai tempatan? Bagaimana pengelana memaknai tiap detik pertemuan dan menjadikannya bagian dari seluruh perjalanannya? Jika dalam sejarah, penjelajah pada akhirnya kerap menjadi penguasa suatu budaya, pengelana justru menjadi subjek bebas yang berbagi agensi dengan warga lokal.
Pengelana amat bergantung pada penerimaan dan tumpangan warga lokal dan memainkan peran sebagai pencerita, berbagi imajinasi tentang batas-batas terluar yang pernah mereka kunjungi.
"Pana Beto", frasa dalam bahasa Lamaholot ini menerjemahkan gagasan soal pengelanaan. Pana Beto berarti 'pergi dan kembali'. Seseorang keluar dari kampung, berkelana untuk mencari penghidupan kemudian kembali ke kampung dengan bekal yang dibawa serta dari tempat-tempat yang ia kunjungi.
Frasa Pana Beto menyiratkan proses ulang-alik antara titik tolak dan tujuan. Perjalanan dalam gagasan ini selalu berarti proses dialektis yang saling memperkaya pengenalan subjek tentang diri dan seluruh proses perjalanan dari mana ia berasal dan ke mana cita serta cintanya ia tujukan. Pana Beto juga ingin meyoal pengenalan kita akan identitas diri.
Wandering Within, pengenalan ke dalam, membaca lokalitas secara kritis dan terbuka, melampaui kecenderungan etnosentrisme dan postkolonialisme yang sempit. Pada akhirnya, Pana Beto juga bermakna undangan.
Satu imperatif etis untuk jangan malu-malu bertamu atau bahkan kembali ke rumah, tempat dari mana kita berasal.
Pana Beto Pada perhelatannya yang keempat ini, Flores Writers Festival melaksanakan tiga program utama;
Program pertama, Masterclas Kepenulisan, kelas intensif bagi 10 Penulis Emerging Nusa Tenggara Timur untuk mengembangkan karya dengan bimbingan dari fasilitator berpengalaman.
Sepuluh penulis untuk kategori cerita pendek dan puisi yang telah terpilih melalui proses seleksi oleh para kurator adalah; Afryantho Keyn (Solor, Flores Timur), Eric Lofa (Kapan, Mollo Utara), Riko Wawo (Lewoleba, Lembata), Yanti Mesak (Malaka, Timor), Naldo Mogu (Maumere, Sikka), Ete Luruk (Kupang), Mario Kali (Aimere, Ngada), Ricky Ulu (Atambua, Belu), Robbyn Keiopun Tukan (Solor, Flores Timur), dan Yohan Mataubana (Kefamenanu, TTS). Program ini difasilitasi oleh Mario F. Lawi, Shinta Febryani, Mona Sylviana, dan Marcelus Ungkang.
Program kedua, Telusur Kota dan Kampung; aktivitas mendengarkan warga dan riset lapangan perihal identifikasi konteks tempatan sebagai moda penulisan/penciptaan karya kreatif.
Lokasi-lokasi yang akan dikunjungi selama rangkaian festival berlangsung di Larantuka antara lain; Taman Kota Herman Fernandez dan Kampung Baru, Lanskap Lewolema, dan Desa Wisata Lewokluok.
Program yang ketiga adalah Temu Inisiatif Bali Nusra yang merupakan bagian dari Program Rawat Pekan Kebudayaan Nasional 2024 oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan melalui Yayasan Klub Buku Petra Ruteng sebagai salah satu Hub Bali Nusra tahun ini dengan melibatkan 13 Komunitas di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur;
Klub Buku Petra Ruteng, Komunitas Sastra Dusun Flobamora Kupang, Komunitas KAHE Maumere, Komunitas Mahima Singaraja, Komunitas Adat Rafao Kefamenanu, Remaja Mandiri Community Detusoko, Komunitas Pasir Putih Lombok, Videoge Arts and Society Labuan Bajo, Ana Humba Community Waingapu, Langit Jingga Films Lembata, Komunitas Transpuan Fajar Sikka, Simpasio Institut dan Titik Kumpul dari Larantuka. Program ini akan difasilitasi oleh Erlyn Lasar dan Eka Putra Nggalu.
Selain dua program utama tersebut, program-program lain yang juga diselenggarakan antara lain;
Kelas Publik yang menghadirkan narasumber dari pelbagai kalangan seperti pemerintah daerah, akademisi, budayawan, pegiat sastra dan seni, dan lain sebagainya.
Juga akan ada peluncuran dan diskusi buku, pasar buku, pemutaran film, serta malam pertunjukan.
Narasumber dan moderator yang akan mengisi sesi-sesi di festival tahun ini antara lain; Eka Kurniawan, Yudi Ahmad Tajudin, Armin Bell, AN Wibisana, Silvester Hurit, Maria Pankratia, Jemmy Piran, Mario Nuwa, Valentino Luis, RD Dr. Hans Monteiro, Pr, Pater Bastian Limahekin, SVD, Mini Temaluru, Ahmad Betan, Alex Talu Lein, Rofinus Monteiro, Kiston, dan kawan-kawan dari Platform Sekolah Pemikiran Perempuan.
Flores Writers Festival 2024 terselenggara atas dukungan Program Bantuan Pemerintah Bidang Kebahasaan dan Kesastraan; Penguatan Komunitas Sastra 2024 oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia;
Program Rawat Pekan Kebudayaan Nasional 2024 oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan,Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Flores Timur.
Seluruh rangkaian acara Flores Writers Festival 2024 akan berlangsung di Rusun Keuskupan Larantuka, di Sarotari, Larantuka. [frs]
Detail lengkap acara dapat dilihat di Buku Program FWF 2024atau Instagram @floreswritersfestival. Mari bertemu dan berbagi di Flores Writers Festival 2024.