WahanaNews-NTT | Selama bertahun-tahun, masyarakat di kampung Lale, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), hidup dalam “kegelapan”.
Maka, kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu pun haruslah dibilang menjadi sumber penerangan bagi masyarakat sekitar.
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
Bukan hanya itu.
Bahkan, PLTP Ulumbu juga ikut membantu pelaku usaha di sana menjadi lebih produktif, efektif, dan efisien.
Ya, memang banyak potensi lokal yang dapat dioptimalkan dengan dukungan listrik.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
Ardianus Ngentur (34), misalnya, terlihat sedang melubangi bingkai jendela dengan bor listrik.
Kurang dari empat detik, ujung bor menembusi kayu setebal tujuh sentimeter.
“Kalau pakai bor manual, bisa sampai lima menit. Tergantung jenis kayu,” kata tukang mebel itu di Kampung Lale, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Selasa (5/10/2021).
Ia melubangi 20 bingkai jendela yang baru saja disetel dengan ukuran panjang 120 sentimeter dan lebar 50 sentimeter.
Semua bingkai itu diolah dari batang balok selama kurang dari tiga hari menggunakan mesin.
Sekadar membandingkan, sebelumnya ia biasa mengerjakan itu secara manual.
Namun, untuk volume kerja yang sama, butuh waktu lebih dari tiga minggu.
Mesin yang digunakan, antara lain, mesin potong, sekap, pres, dan bor.
Semua mesin itu menggunakan tenaga listrik dengan daya 3.500 watt.
”Saya beralih membeli mesin listrik sejak kampung kami dialiri listrik tahun 2012,” kata pria tak tamat sekolah dasar yang menjadi tukang sejak berusia belasan tahun itu.
Ardianus kini menjadi satu-satunya tukang mebel di kampung tersebut.
Hampir semua dari total 80 rumah di kampung itu, pengerjaan kusen hingga pintu, jendela, dan perabot rumah lainnya, kebanyakan dipesan dari Ardianus.
Karena banyaknya pemesanan, ia mempekerjakan dua tenaga bantu.
Dalam satu bulan, ia bisa meraup penghasilan bersih paling sedikit Rp 1 juta.
Selain Ardianus, Elvadus Mandor (34), warga Kampung Damo, tetangga Kampung Lale, juga kini memanfaatkan aliran listrik untuk mendukung usaha permebelan.
Sebelumnya, ia menggunakan listrik yang bersumber dari mesin diesel miliknya.
Setelah beralih ke listrik, biaya operasional lebih efisien.
Jika menggunakan mesin diesel, dalam satu bulan, ia menghabiskan hingga 30 liter solar dengan harga per liter Rp 6.000.
Selain itu, ditambah lagi dengan oli pelumas seharga Rp 50.000.
Total biaya bahan bakar dalam per bulan mencapai Rp 230.000.
”Sekarang kalau pakai listrik, satu bulan paling banyak Rp 100.000 untuk isi pulsa listrik,” ucapnya.
Kehadiran listrik mulai tahun 2012 mengubah banyak hal di kampung itu.
Listrik masuk kampung itu setelah PLTP Ulumbu beroperasi.
Jones Adolf, tokoh adat setempat, menuturkan, sebelum listrik masuk kampung, hampir semua warga menggunakan lampu minyak.
Minyak tanah dibeli dari Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, sekitar 23 kilometer barat laut kampung itu.
Saat ini, sebagian besar kampung sudah menikmati listrik yang bersumber dari PLTP Ulumbu, sekitar satu kilometer dari Kampung Lale.
Hampir semua rumah warga sudah terang.
Saat memasuki kampung itu terdengar musik yang diputar di rumah warga.
Anak-anak juga semakin mudah mendapatkan informasi lewat siaran televisi.
Marsela Prisilia Dadut (11) yang ditanya nama Presiden Indonesia serta wakilnya menjawab dengan benar.
Saat ditanya lagi dari mana ia mendapatkan informasi itu, ia menjawab, ”Saya nonton di televisi.”
Siswa kelas VI sekolah dasar itu bahkan dapat mendeskripsikan sosok presiden dan wakil presiden.
Di banyak wilayah pedalaman, banyak anak tak mengenal pemimpin di negara ini.
Menurut penuturan warga, dulunya hanya ada beberapa televisi di kampung itu.
Pemilik televisi biasanya menarik bayaran bagi warga yang mau menonton.
Bayaran itu digunakan untuk membeli bahan bakar diesel dan membayar sewa kaset film milik toko rental di Ruteng.
Jones menambahkan, salah satu persoalan yang barangkali dapat diatasi menggunakan listrik ialah mesin pengering cengkeh.
Selama ini, banyak hasil panen cengkeh rusak lantaran tidak mendapat sinar matahari yang cukup.
Berada pada ketinggian sekitar 650 meter di atas permukaan laut, daerah itu sering tertutup kabut dan diguyur hujan.
Untuk menyelamatkan hasil panen, para petani sering membawa cengkeh ke daerah pesisir, sekitar 11 kilometer dari kampung itu, untuk dijemur di sana.
”Kami sangat berharap pemerintah membantu alat pengering cengkeh untuk petani. Alat itu menggunakan tenaga listrik,” katanya.
Relatif Stabil
Manajer PLN Unit Pelaksana Pembangkitan Flores, Lambok Siregar, mengatakan, PLTP Ulumbu dengan kapasitas 2 x 2,5 MW menyumbang sekitar 13 persen pasokan listrik di jaringan interkoneksi Pulau Flores.
Jaringan itu mulai dari Kabupaten Manggarai Barat hingga Sikka.
Adapun total pelanggan PLN di Flores sebanyak 408.397 orang dengan beban puncak mencapai 74 MW.
PLTP Ulumbu menggunakan satu sumur berkedalaman 878,6 meter dengan volume suplai uap panas 88 ton setiap jam.
Sumur uap panas itu pertama kali dibor pada tahun 1994.
Di lokasi itu terdapat tiga sumur, tetapi dua sumur yang lain masih dalam penelitian dan pengembangan.
Menurut Lambok, keunggulan dari PLTP adalah pasokan listriknya relatif stabil.
Panas bumi tidak bergantung pada kondisi iklim dan cuaca.
Ini berbeda dengan sumber pembangkit lain, seperti tenaga surya atau air.
Meski begitu, cadangan panas bumi tetap ada batasnya, diperkirakan hingga 40 tahun sejak penggunaan.
Dari temuan media, sejauh ini PLN masih berusaha mencari cara untuk menjaga pasokan panas bumi seperti masukan kembali buangan uap air ke dalam tanah.
Uap air dari empat pembangkit itu sebagian dilepas ke udara dan sebagian lagi diolah menjadi titik air, kemudian mengalir ke kali terdekat.
Buangan ini belum terarah.
Upaya penanaman pohon di areal penyangga juga belum berjalan lantaran terkendala pandemi Covid-19.
Diperlukan langkah konkret dan terukur untuk menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan sekaligus memelihara cadangan panas bumi secara berkelanjutan.
Ini jadi pekerjaan rumah.
Kehadiran PLTP Ulumbu telah mengubah wajah daerah itu.
Dari gelap menjadi terang.
Ekonomi lokal yang terpendam mulai tumbuh dan terus didorong memberi efek ganda.
Pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha perlu memperkuat sinergitas untuk memajukan daerah.
Jangan sampai kapasitas pembangkit listrik yang dibangun dengan investasi ratusan miliar rupiah ini tidak dioptimalkan. [non]