WahanaNews-NTT | Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Angelius Wake Kako atau yang akrab disapa AWK berkomitmen mendukung peningkatan produksi jagung di NTT dengan menjadikan Dewan Jagung Nasional sebagai lembaga yang siap membantu para petani jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Komitmen ini disampaikan langsung oleh senator asal NTT ini usai kegiatan pertemuan dan sosialisasi Dewan Jagung Nasional bersama Kepala Desa dan BPD se-Kabupaten Sikka, di aula Hotel Pelita Maumere, Jumat (05/05/2023).
Baca Juga:
Skandal Korupsi di Proyek Peningkatan Ruas Jalan Toba Samosir: Mantan Kadis PUPR dan Rekanan Ditahan
Disampaikan AWK, dalam beberapa tahun Pemerintah Indonesia mengalami defisit dan mengalami kegelisahan soal produksi jagung yang masih kurang, sehingga perlu digairahkan kembali.
Untuk itu, sebagai salah satu Ketua Dewan Jagung Nasional, AWK menghimpun semua pemain jagung mulai dari benih, Sarana Produksi (Saprodi) dan juga pasar (pembeli).
“Selain sebagai Anggota DPD RI, saya juga sebagai salah satu Ketua di Dewan Jagung Nasional yang Ketua Umum kita itu pak Fadel Muhhamad. Dewan Jagung Nasional adalah lembaga yang mengurus ekosistem jagung. Kami menghimpun semua pemain jagung, mulai dari yang pemain benih, saprodi sampai dengan yang pembeli,” ujar AWK.
Baca Juga:
PJ Bupati Deli Serdang Dorong Peningkatan Kemandirian Desa Bersama Kepala Desa
Para peserta Pertemuan dan Sosialisasi Dewan Jagung Nasional (Foto: Frans Dhena)
Menurut dia, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu daerah yang memiliki potensi untuk mengembangkan tanaman jagung ini.
Untuk itu, sebagai langkah awal AWK berupaya menghimpun beberapa kepala desa dan BPD di Kabupaten Sikka yang wilayahnya memungkinkan untuk mengembangkan jagung, sehingga tidak semua desa dan BPD hadir dalam pertemuan dan sosialisasi Dewan Jagung Nasional tersebut.
Lebih lanjut kata AWK, targetnya adalah pertama lahan tidur kita banyak, dan yang kedua kendala yang selama ini dialami oleh para petani kita adalah pasar, sehingga melalui Dewan Jagung Nasional, AWK berharap bisa memfasilitasi para petani penghasil jagung dengan pembeli.
AWK kemudian menyebutkan salah satu perusahaan industri jagung terbesar di Asia Tenggara yang saat ini bermitra dengan Dewan Jagung Nasional yang siap membeli hasil panen jagung para petani, sehingga AWK meminta kepada para petani jagung untuk tidak perlu kuatir dengan pasar.
“Pembelinya sudah ada, namanya Chaeron Pokphand. Perusahaan ini membutuhkan 8.000 ton per hari atau setara dengan 2,9 juta ton per tahun. Sehingga jangan pernah ada kegelisahan lagi di petani, kalau kami tanam jagung tidak bisa dijual, karena kami jadi taruhannya. Kalau jagung yang diproduksi petani itu tidak terserap di pasar, taruhannya di kita,” pungkas AWK sembari memastikan bahwa jagung hasil produksi dari petani terjual semuanya.
Meski demikian, AWK mengapresiasi langkah yang sudah dilakukan Pemerintah Provinsi NTT dengan program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS), namun AWK pun memberikan ruang bagi kepala-kepala desa yang mau menginvestasikan dana desa melalui 20% program ketahanan pangan untuk ikut dalam program yang difasilitasi oleh Dewan Jagung Nasional ini sesuai dengan kondisi dan keadaan di wilayah desa masing-masing.
Selanjutnya tutur AWK, pihaknya juga butuh kerjasama dengan pemerintah daerah dalam hal melakukan intervensi-intervensi yang berkaitan dengan peningkatan produksi jagung seperti Alsintan agar berkolaborasi dengan menjadikan jagung ini sebagai basis utama pertanian jangka pendek, karena lebih cepat menghasilkan uang.
AWK menegaskan bahwa, gerakan ini terus berlanjut hingga NTT mencapai target ekspor antar daerah. Ia menargetkan bahwa empat sampai lima tahun kedepan NTT akan mencapai target 1 juta ton keluar. “Kalau 1 juta ton keluar dari NTT berarti, dengan harga Rp 4.500 maka ada uang yang berputar di NTT sebanyak 4,5 triliun, hampir mendekati APBD Provinsi NTT. Jika hal ini dijalankan secara konsisten, petani di NTT akan sejahtera,” papar AWK penuh keyakinan.
Ditanya terkait adanya keluhan petani terhadap benih yang tidak layak atau rusak, AWK dengan tegas mengatakan bahwa ekosistem yang dibangun melalui Dewan Jagung Nasional adalah ekosisten bisnis.
Meski demikian, AWK memastikan bahwa benihnya sudah disiapkan, namun tidak memaksa petani untuk memilih bibit yang disiapkan pihaknya. Pilihan benih terserah petani. Namun ada alternatif yang disiapkan memang benihya harus dibeli dari BISI.
AWK pun berpesan bahwa, masa depan itu ada di pertanian. Menurut dia, dunia bisa berubah cepat sekali. Satu hal bisa diganti dengan hal yang lain. Tapi satu hal yang tidak pernah tergantikan itu adalah kebutuhan akan pangan. “Manusia tidak mungkin makan kaca, manusia tidak mungkin makan plastik, pangan tetap menjadi kebutuhan yang tidak tergantikan,” tutupnya. [frs]